EFEKTIVITAS
BERBICARA
A. Pengertian berbicara dan keefektifan berbicara
Semua orang memiliki kemampuan berbicara. Akan
tetapi, jika seseorang dituntut untuk berbicara didepan umum dengan situasi
yang formal, mereka mengalami kesulitan. Kemampuan berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan
persendian.
Tampil berbicara dengan hanya
mengandalkan teknik rhetorika, nampaknya tidaklah cukup untuk menjadi seorang
pembicara yang handal. Karena bagimanapun hebatnya daya pesona yang ditimbulkan
oleh seorang pembicara dalam penampilannya tanpa didukung oleh efektifitas
pembicaraan yang dibawakannya, maka apa yang disampaikannya itu akan berlalu
begitu saja tanpa menimbulkan kesan yang mendalam, atau dengan kata lain efek
pesan yang disampaikannya itu hanya bertahan sampai selesainya pembicaraan,
begitu pembahasan selesai maka selesai pulalah segalanya.
Untuk itulah maka
disamping seorang pembicara perlu memiliki rhetorika yang baik, ia juga perlu
menguasai apa yang disebut berbicara yang efektif. Berbicara efektif merupakan
sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak secara lisan dengan cara yang
mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya. Hal itu dapat terjadi jika
pembicaraannya sistematis, benar, tepat dan tidak berbelit-belit dengan
penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Dikutip dari buku Hendri Guntur
Tarigan bahwa berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang
pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada
masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.
Berbicara juga dapat diartikan
kemampuan mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan dan
perasaan.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk
berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya
pembicara betul-betul memahami isi pembicaranya, disamping juga dapat
mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya apa yang
akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya. Bagaimana mengemukakannya,
hal ini menyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi bahasa tersebut.
Kemampuan berbicara merupakan
hal yang sangat penting, karena untuk melakukan komunikasi dengan orang lain.
Berbicara merupakan suatu perbuatan
manusia yang bersifat individual, artinya tidak ada orang yang berbicara sama
dalam memilih kata, tempo bicara, lagu bicara dan lain-lain.
Menurut Bambang Setyono
(1998:19) mengungkapkan bahwa ”Bicara merupakan vokal-vokal dengan kekerasan
yang bervariasi lama-kelamaan berkembang menjadi bunyi-bunyi yang lebih
sempurna sesuai dengan kematangan fisik dan mentalnya”. Sedangkan menurut
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984:31) ”Berbicara adalah suatu
perbuatan manusia yang bersifat individual, artinya tidak ada orang yang
berbicara sama dalam memilih kata, tempo bicara, lagu bicara dan lain-lain”.
Menurut Maidar G. Arsjad &
Mukti U S (1988:17) adalah sebagai berikut: “Kemampuan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”.
Berbagai pendapat di atas
peneliti menyimpulkan bahwa bicara adalah suatu perbuatan dengan mengucapkan
bunyi-bunyi bahasa dengan alat bicara untuk megekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan sehingga dapat meningkatkan
kemampuan berbicara.
B. Dasar-dasar berbicara efektif
Pada
dasarnya berbicara efektif pada kesempatan apapun terdiri dari tiga unsur
pokok, yaitu pembukaan, isi atau inti permasalahan, dan penutup.
a.
Pembukaan
Pembukaan
adalah bagian awal dari setiap pembicaraan. Pembukaan termasuk bagian penting
karena turut menentukan sukses tidaknya suatu pembicaraan. Bila pembukaan sudah
berhasil menggugah minat dengar orang, maka kesuksesan pembicaraan sudah 50 %
ada ditangan si pembicara. Sebaliknya, bila pembukaannya saja sudah
membosankan, maka kegagalan penyampaian pesan dapat dikatakan sudah 90%, karena
yakinlah bahwa pembicara akan diabaikan atau tidak akan diperhatikan
oleh pendengar.
Pembukaan
seyogyanya dilakukan paling lama lima menit. Dan diharapkan waktu lima menit
tersebut dapat memberikan kesan yang menyenangkan dan menarik minat bagi para
pendengar sehinga para pendengar bersedia menyimak pembicaraan selanjutnya
dengan seksama.
Pada acara
formal, misalnya pidato, isi “Pembukaan” biasanya terdiri dari salam kepada
orang/pejabat atau tokoh setempat yang hadir, ucapan terima kasih atas
kesempatan yang diberikan, dan ulasan sekilas tentang masalah yang akan
dibicarakan.
Pembukaan
sebaiknya memuat common interest dari pendengar. Misalnya berbicara tentang
hal-hal aktual yang sedang terjadi yang menjadi bahan pembicaraan yang hangat
di masyarakat, walaupun mungkin tidak ada kaitannya dengan yang akan
dibicarakan. Bisa juga disisipkan beberapa lelucon/anekdot segar yang dapat
menggugah perhatian dan simpati orang. Alangkah baiknya apabila lelucon atau
“penyegar” tersebut secara tidak langsung dapat disambungkan dengan inti
masalah.
Bila kata
pembukaan berhasil, perhatian pendengar secara halus dapat ditarik ke inti
permasalahan. Pembukaan pada setiap kesempatan pembicaraan sangat
berbeda, tergantung pada misi, sifat, lawan bicara, dan suasana pembicaraan.
1) Misi
Pembicaraan
Pembukaan
dipengaruhi oleh misi pembicaraan. Yang dimaksudkan dengan misi pembicaraan di
sini adalah tujuan pertemuan atau pembicaraan dan tugas yang dibebankan kepada
si pembicara untuk disampaikan kepada hadirin
2) Sifat
Pembicaraan
Pembukaan
dipengaruhi oleh sifat pembicaraan, apakah serius, resmi, atau tidak sama
sekali. Pembukaan di depan forum resmi, misalnya pertemuan atau rapat dinas
yang dihadiri oleh pejabat kantor bersangkutan dan para pejabat pemerintah,
sifatnya sangat formal yang biasanya akan mengikuti tatanan yang sudah baku
dalam acara resmi. Dalam hal ini, pembukaan harus benar-benar mencerminkan
keseriusan dari acaranya. “Pembukaan” pembicaraan atau pidato dapat disisipi
“penyegaran” dengan sedikit humor, dan bisa dilakukan dengan santai tapi dengan
tidak menghilangkan keseriusan acara.
3) Lawan
Bicara
Lawan
bicara turut menentukan “pembukaan” pembicaraan. Lawan bicara atau pendengar
bisa dikategorikan dalam dua bahagian, yaitu kelompok atau perseorangan.
Pembicaraan dengan perseorangan (seseorang), pembukaannya biasanya
lebih diwarnai dengan gaya yang sifatnya kekeluargaan, apalagi kalau keduanya
sudah akrab. Namun apabila pembicara dengan lawan bicara belum akrab benar maka
pembukaan disampaikan seperlunya hingga dirasa suasana sudah “hangat”, kemudian
kita dapat masuk ke masalah inti yang akan disampaikan.
Berbeda
jika pembicaraan dilakukan dihadapan banyak orang maka harus diperhatikan siapa
siapa yang menjadi lawan bicara, pembukaannya harus ditujukan kepada semua
hadirin.
Disamping
itu, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: usia, status sosial, bahasa
dari lawan bicara, karena ini berkaitan dengan adat kesopanan yang juga akan
sangat menentukan minat dengar dari lawan bicara.
4) Suasana
Suasana
juga ikut menentukan bagaimana pembukaan suatu pembicaraan. Baik isi maupun
pola tutur bahasa bahkan nada bicara yang digunakan adalah sangat erat
hubungannya dengan suasana yang berlangsung atau yang dihadapi oleh pembicara.
Karenanya pembicara harus memahami betul suasana yang dihadapinya untuk memulai
atau membuka suatu pembicaraan, apakah gembira, sedih, santai atau suasana yang
lainnya. Pembukaan pembicaraan atau sambutan dan sejenisnya, pada suatu acara
pemakaman jangan sampai disamakan seperti pada pembukaan acara ulang tahun,
atau sebaliknya.
b.
Isi/Inti Pembicaraan
Inti
pembicaraan merupakan bagian paling pokok dalam pembicaraan. Bagian ini
merupakan tujuan dari pembicaraan. Dalam bagian inilah rincian permasalahan
akan dibahas.
Dalam acara-acara
tertentu, misalnya diskusi, seminar, sarasehan, biasanya penyampaian inti
permasalahan tidaklah perlu terlalu mendetail, melainkan hanya pada butir-butir
pokoknya sajalah yang disampaikan. Penyampaian yang mendetail biasanya
disampaikan dalam forum tanya jawab.
Isi
pembicaraan harus dapat disampaikan secara lengkap dengan sistematis dan tidak
berkepanjangan atau bertele-tele. Pembicara harus konsisten dengan inti
permasalahan. Pembicaraan tidak boleh merambat ke hal-hal di luar permasalahan
yang dibicarakan, terkecuali jika hal itu diambil sekedar sebagai referensi
atau sebagai loncatan berfikir (itupun harus dibatasi dan dijaga jangan sampai
berkembang lebih jauh). Untuk lebih memfokuskan perhatian pendengar dapat
dibantu dengan presentasi yang menggunakan alat audio, visual atau audio
visual.
Sesekali
sisipkan anekdot atau guyonan penyegar suasana. Dan selanjutnya libatkan
hadirin dalam permasalahan yang disampaikan, misalnya dengan melontarkan
pertanyaan yang berhubungan dengan inti permasalahan. Cara seperti ini hampir
selalu dapat mengikat perhatian pendengar sepanjang pembicaraan.
Perlu
diperhatikan bahwa, sebaiknya lama pembicaraan tidak lebih dari satu jam per
sesi. Pembahasan inti permasalahan dapat dilanjutkan lagi dalam forum tanya
jawab. Setelah semua inti materi disampaikan, tiba saatnya untuk menutup
pembicaraan.
c. Penutup
Pada akhir
pembicaraan hendaknya diusahakan adanya kata-kata penutup yang dibuat sesingkat
mungkin, paling lama tiga sampai lima menit. Dalam penutup dapat disampaikan
kesimpulan atau rangkuman penting sebagai hasil pembicaraan itu.
Penutup
biasanya diakhiri dengan ucapan terima kasih kepada hadirin atas perhatian yang
diberikan dan kepada penyelenggara apabila berbicara pada suatu
acara resmi. Dan terakhir sekali adalah ucapkan salam sebagai penutup
pembicaraan.
C. Faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara
1. Faktor kebahasaan
Menurut Maidar G Arsjad dan
Mukti U S ( 1988:17 ), faktor-faktor kabahasaan yang menunjang kemampuan
berbicara adalah sebagai berikut :
a). Ketepatan Ucapan
Seorang pembicara harus
membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi
bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar, kebosanan dan
kurang menyenangkan. Sudah tentu pula ucapan dan artikulasi yang kita gunakan
tidak selalu sama, masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang
berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaran, perasaan dan sasaran
b). Penempatan tekanan, nada, sendi
dan durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan, nada,
sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan
kadang-kadang merupakan faktor-faktor penentu walaupun masalah yang dibicarakan
kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai.
Akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya
datar-datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan
keefektifan berbicara tentu berkurang.
c). Pilihan kata /Diksi
Dalam pemilihan kata hendaknya tepat, jelas dan
bervariasi: jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar, misalnya kata-kata
populer tertentu lebih efektif dari pada kata-kata muluk-muluk. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun
akan menghambat kelancaran komunikasi. Selain itu hendaknya pilih kata-kata
yang konkret sehingga mudah dipahami pendengar.
d). Ketepatan sasaran pembicara
Semua ini menyangkut kalimat. Pembicara yang
menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya.
Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan
penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat
yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan
atau menimbulkan akibat.
Kalimat yang efektif mempunyai
ciri-ciri kebutuhan, pertautan, pemusatan perhatian dan kehematan. Kebutuhan
kalimat jika setiap kata betul-betul merupakan bagian dari sebuah kalimat, bisa
juga rusak karena ketiadaan subjek atau adanya kerancuan. Pertautan pertalian
dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata,
frase dengan frase dalam sebuah kalimat. Hubungan harus jelas dan logis.
Pemusatan perhatian dalam kalimat dapat ditempatkan pada bagian awal atau akhir
kalimat. Selain itu kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata
sehingga kata yang tidak berfungsi perlu disingkirkan.
2. Faktor nonkebahasaan
Menurut Maidar G Arsjad dan Mukti U S (1988:20-22),
keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan, dalam proses
belajar mengajar berbicara, sebaiknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan
terlebih dahulu, sehinga kalau faktor non kebahasaan sudah dikuasai akan
memudahkan penerapan faktor kebahasaan.
Yang termasuk faktor nonkebahasaan adalah sebagai
berikut :
a). Sikap yang wajar, tenang dan
tidak kaku.
Sikap
yang wajar oleh pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas
dirinya. Tentu saja sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat,
dan penguasaan materi. Penguasaan materi yang baik, akan menghilangkan
kegugupan dan sikap ini juga memerlukan latihan.
b). Pandangan harus diarahkan
kepada lawan bicara.
Banyak
pembicara kita saksikan berbicara tidak memperhatikan pendengar, tetapi melihat
keatas, kesamping, atau menunduk. Akibatnya perhatian pendengar berkurang.
Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan diperhatikan.
c). Kesediaan menghargai pendapat
orang lain.
Seorang
pembicara hendaknya dalam menyampaikan isi pembicaraan memiliki sikap terbuka
dalam arti dapat menerima pendapat pihak, bersedia menerima kritik, bersedia
mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru. Selain itu juga harus mampu
mempertahankan pendapatnya yang mana mengandung argumentasi yang kuat dan
betul-betul diyakini kebenarannya.
d). Gerakan-gerakan
dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal yang
penting selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau
mimik hal ini dapat menghidupkan komunikasi. Tetapi gerak-gerik yang berlebihan
akan mengganggu keefektifan berbicara sehingga kesan kurang dipahami.
e). Kenyaringan suara juga sangat
menentukan.
Tingkat
kenyaringan ini disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar dan
akustik tetapi perlu diperhatikan jangan berteriak. Kita antara kenyaringan
suara kita supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga
memuat kemungkinan gangguan dari luar.
f). Kelancaran
Kelancaran
berbicara akan memudahkan pendengaran menangkap isi pembicaraannya. Selain itu
berbicara yang terputus-putus bahkan menyelipkan bunyi ee, oo, aa dapat
mengganggu penangkapan pendengaran, dan sebalikya pembicara yang terlalu cepat
berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pembicaraanya.
g). Relevansi atau Penalaran
Proses berfikir
untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis yang meliputi berbagai
gagasan. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat
dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
h). Penguasaan topik
Dalam
pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik
yang dipilih betul-betul dikuasai. Pengusaan topik yang baik akan menumbuhkan
keberanian dan kelancaran. Jadi penguasaan topik ini sangat penting bahkan
merupakan faktor utama dalam berbicara.
D. Hambatan berbicara efektif
1. Terlalu banyak pengulangan kata
2. Tempo bicara yang cepat
3. Teknik yang buruk
4. Mengkopi pembicaraan orang lain
5. Tidak jelas (artikulasi, relevan suku kata)
6. Terlalu banyak eu, a, euh...
7. Tekanan yang salah atu buruk pada kata-kata
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
Sejalan dengan simpulan diatas penulis merumuskan
saran sebagai berikut :
1. Seorang pelajar mahasiswa dan para
profesional serta masyarakat umumnya perlu menyadari akan pentingnya mengetahui
dan menyadari akan pentingnya keefektipan dalam berbicara. Agar kita terbiasa
menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam berbicara serta dapat menempatkan
sesuai dengan situasi dan kondisi ;
2. Mempelajari berbagai faktor penunjang
keefektipan berbicara ;
3. Memahami pentingnya memiliki kemampuan
keefektipan dalam berbicara ;
4. Merealisasikan berbicara yang efektif didalam
kegiatan berkomunikasi sesuai dengan situasi dan kondisi ;
5. Dapat menggunakan makalah ini sebagai
pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berbicara yang efektip khususnya bagi
kita sebagai mahasiswa yang dituntut untuk mampu mengaplikasikan ke dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
http://tian99win.blogspot.com/2012/08/faktor-faktor-penunjang-keefektifan.html
0 komentar:
Posting Komentar