BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan,
karena selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga
dapat digunakan sebagai alat komunikasi secara tulisan. Di era globalisasi dan
pembangunan reformasi demokrasi sekarang ini, masyarakat dituntut secara aktif
untuk dapat mengawasi dan memahami infrormasi di segala aspek kehidupan sosial
secara baik dan benar. Sebagai bahan pendukung kelengkapan tersebut, bahasa
berfungsi sebagai media penyampaian informasi secara baik dan tepat, dengan
penyampaian berita atau materi secara tertulis, diharapkan masyarakat dapat
menggunakan media tersebut secara baik dan benar. Dalam memadukan satu
kesepakatan dalam etika berbahasa, disinilah peran aturan baku tersebut
digunakan, dalam hal ini kita selaku warga negara yang baik hendaknya selalu
memperhatikan rambu-rambu ketata bahasaan Indonesia yang baik dan benar. Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) adalah sub materi dalam ketata bahasaan Indonesia,
yang memilik peran cukup besar dalam mengatur etika berbahasa secara tertulis
sehingga diharapkan informasi tersebut dapat disampaikan dan dipahami secara
komprehensif dan terarah. Dalam
prakteknya diharapkan aturan tersebut dapat digunakan dalam keseharian masyarakat, sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesia
dapat digunakan secara baik dan benar.
B. Tujuan
Penulisan
Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ketrampilan Berbahasa dan Bersastra
Indonesia khususnya pada bab Ejaan Yang Disempurnakan. Diharapkan setelah
membaca makalah ini kami dan rekan-rekan mahasiswa lainnya dapat lebih memahami
tentang pengertian Ejaan Yang Disempurnakan, memahami konsep dan sejarah EYD,
sampai pada mengetahui ruang lingkup EYD.
C. Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai:
1.
Apa yang dimaksud Ejaan Yang Disempurnakan?
2.
Bagaimanakah konsep dan sejarah perkembangan EYD?
3.
Bagaimanakah ruang lingkup EYD?
BAB
II
ISI
A. Pengertian dan Sejarah Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun
1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, ejaan Republik atau ejaan
Soewandi. Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut
menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah
kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata, sedangkan ejaan adalah suatu
sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan
mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan merupakan kaidah yang harus
dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama
dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan
kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalu
lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi
rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib dan teratur. Seperti
itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.
Bahasa Indonesia dalam sejarah perkembangannya telah
menggunakan beberapa ejaan, antara lain:
1. Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan pertama
bahasa Indonesia adalah Ejaan Van Ophuijsen (diambil dari nama seorang guru
besar Belanda yang juga pemerhati bahasa, Charles Van Ophuijsen), diberlakukan
pada tahun 1901 oleh pemerintah kolonial Belanda yang berkuasa di Indonesia
pada masa itu. Ejaan ini merupakan warisan dari bahasa Melayu yang menjadi
dasar bahasa Indonesia. Ejaan Van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, dan baru
diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka.
2. Ejaan Republik
Ejaan
Republik atau disebut juga Ejaan Soewandi adalah ejaan yang dibuat untuk
menggantikan Ejaan Van Ophuijsen. Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret
1947. Ejaan ini berlaku mulai tahun 1947 sampai tahun 1972.
3. Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD)
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku
sejak diresmikan tanggal 16 Agustus 1972. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan
bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia, Tun Hussein Onn dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama
tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati
oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang
Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu
("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia.
Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan
yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor
0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan
menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975. Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan
Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009
tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan
dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan
dinyatakan tidak berlaku lagi. Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan
sebelumnya adalah:
‘tj’ menjadi ‘c’, contoh: tjutji → cuci
‘dj’ menjadi ‘j’, contoh: djarak → jarak
‘j’ menjadi ‘y’, contoh: sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’, contoh: njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’, contoh: sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’, contoh: achir → akhir
Perubahan Pemakaian Huruf
dalam Tiga Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan
Van Ophuijsen
(1901-1947)
|
Ejaan
Republik (Ejaan Soewandi)
(1947-1972)
|
Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD)
(mulai 16 Agustus
1972)
|
choesoes
Djoem’at
ja’ni
|
chusus
Djum’at
jakni
|
khusus
Jumat
yakni
|
B.
Ruang Lingkup Ejaan yang
Disempurnakan (EYD)
Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu (1)
pemakaian huruf, (2) pemakaian huruf kapital dan huruf miring, (3) penulisan
kata, (4) penulisan unsur serapan, dan (5) pemakaian tanda baca.
1.
Pemakaian
Huruf
Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak
menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan
sebanyak 26 buah.
a. Huruf Abjad
Abjad yang
digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia
terdiri atas huruf berikut. Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.
Huruf
|
Nama
|
Huruf
|
Nama
|
Huruf
|
Nama
|
A a
|
a
|
J j
|
je
|
S s
|
es
|
B b
|
be
|
K k
|
ka
|
T t
|
te
|
C c
|
ce
|
L l
|
el
|
U u
|
u
|
D d
|
de
|
M m
|
em
|
V v
|
fe
|
E e
|
e
|
N n
|
en
|
W w
|
we
|
F f
|
ef
|
O o
|
o
|
X x
|
eks
|
G g
|
ge
|
P p
|
pe
|
Y y
|
ye
|
H h
|
ha
|
Q q
|
ki
|
Z z
|
zet
|
I i
|
i
|
R r
|
er
|
|
|
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal
dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
Huruf Vokal
|
Contoh Pemakaian
dalam Kata
|
||
Di Awal
|
Di Tengah
|
Di Akhir
|
|
a
|
Api
|
padi
|
lusa
|
e
|
Enak
|
petak
|
sore
|
i
|
Itu
|
simpan
|
murni
|
o
|
Oleh
|
kota
|
radio
|
u
|
Ulang
|
bumi
|
ibu
|
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan
konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h,
j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Contoh:
bahasa hutan nama tiga
cantik jual pesawat vaksin
danau kerja qari wanita
fakir libur rasa xilem
gerhana makan sampai zebra
d. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang
dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Huruf Diftong
|
Contoh
Pemakaian dalam Kata
|
||
Di Awal
|
Di Tengah
|
Di Akhir
|
|
ai
|
Ain
|
syaitan
|
pandai
|
au
|
Aula
|
saudara
|
harimau
|
oi
|
-
|
boikot
|
sepoi
|
e. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia
terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny,
dan sy.
Gabungan
Huruf Konsonan
|
Contoh
Pemakaian dalam Kata
|
||
Di Awal
|
Di Tengah
|
Di Akhir
|
|
kh
|
Khusus
|
akhir
|
tarikh
|
ng
|
Ngilu
|
bangun
|
senang
|
ny
|
Nyata
|
hanyut
|
-
|
sy
|
Syarat
|
isyarat
|
arasy
|
f. Pemenggalan
Kata
1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai
berikut.
a.
Jika ditengah
kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua huruf
vokal itu.
Misalnya : ma-in, sa-at,
bu-ah.
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la bukan a-u-la
sau-da-ra bukan sa-u-da-r-a
am-boi bukan am-bo-i
b.
Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan
huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum
huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit,
la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir.
c.
Jika ditengah
kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara
kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta,
cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makhluk
d.
Jika di tengah
kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara
huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra,
in-fra, bang-krut, ben-trok, ikh-las
2) Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan
yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan
kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
Makan-an, me-rasa-kan,
mem-bantu, pergi-lah
Catatan :
a.
Bentuk dasar
pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b.
Akhiran -i tidak dipenggal.
c.
Pada kata yang
berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi
3) Jika suatu kata terdiri dari atas lebih dari satu
unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan
dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu
sesuai dengan kaidah 1a,1b,1c dan 1d di atas.
Misalnya :
bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
Kaidah penulisan huruf besar
dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :
1)
Digunakan
sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia menulis surat di kamar.
Tugas bahasa Indonesiasudah
dikerjakan.
2)
Digunakan
sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Ayah bertanya, “Apakah
mahasiswa sudah libur?”.
“Kemarin engkau terlambat”,
kata ketua tingkat.
3)
Digunakan
sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, kata
ganti Tuhan, dan nama kitab suci.
Misalnya:
Allah Yang Maha kuasa lagi Maha
penyayang.
Terima kasih atas bimbingan-Mu
ya Allah.
4)
Digunakan
sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang diikuti
nama orang.
Misalnya:
Raja Gowa adalah Sultan
Hasanuddin.
Kita adalah pengikut Nabi
Muhammad saw.
5)
Digunakan
sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang,
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi bantuan mobil.
Laksamana Muda Udara Abd.
Rahman telah dilantik.
Dia diangkat menjadi Sekretaris
Jenderal Depdiknas.
Bapak Gubernur Sulawesi Selatan
menerima laporan korupsi.
6)
Digunakan
sebagai huruf pertama unsur nama orang.
Misalnya:
Nurhikmah
Dewi Rasdiana Jufri
7)
Digunakan
sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa.
Misalnya: bangsa Indonesia suku Sunda bahasa Arab
8)
Digunakan
sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriyah hari Jumat
bulan Desember hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia
9)
Digunakan
sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri.
Misalnya:
Laut Jawa Jazirah Arab
Asia Tenggara Tanjung Harapan
10) Digunakan sebagai huruf pertama
semua unsur nama negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dan nama dokumen
resmi, kecuali terdapat kata penghubung.
Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
11) Digunakan sebagai huruf pertama
penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan.
Misalnya:
Surat Saudara sudah saya
terima.
Mereka pergi ke rumah Pak
Lurah.
12) Digunakan sebagai huruf pertama
kata ganti Anda.
Misalnya:
Surat Anda telah saya balas.
Sudahkah Anda sholat?
13) Digunakan sebagai huruf pertama
unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
Misalnya:
Dr. doktor
S.H. sarjana hukum
14) Digunakan sebagai huruf pertama
semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar, dan karangan ilmiah lainnya,
kecuali kata depan dan kata penghubung.
Misalnya:
Bacalah majalah Bahasa dan
Sastra.
Ia menyelesaikan makalah
“Asas-Asas Hukum Perdata”.
15) Digunakan sebagai huruf pertama
setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia
B. Huruf Miring
Huruf miring digunakan untuk :
1) Menuliskan nama buku,
majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
Buku Negarakertagama
karangan Prapanca.
Majalah Suara
Hidayatullah sedang dibaca.
Surat kabar Pedoman
Rakyat akan dibeli.
2) Menegaskan dan mengkhususkan
huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama
kata abad adalah a.
Dia bukan menipu,
tetapi ditipu.
Bab ini tidak
membicarakan penulisan huruf kapital..
3) Menuliskan kata nama ilmiah
atau ungkapan asing.
Misalnya:
Politik devide
et impera pernah merajalela di Indonesia.
Nama ilmiah
padi adalah Oryza sativa.
3. Penulisan Kata
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu:
a.
Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang
belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan. Misalnya:
Dia teman baik saya.
b.
Kata Turunan
(Kata berimbuhan)
Kaidah yang harus diikuti dalam
penulisan kata turunan, yaitu :
·
Imbuhan
semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: membaca, ketertiban,
terdengar dan memasak.
·
Awalan dan
akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata. Misalnya: bertepuk
tangan, sebar luaskan.
·
Jika bentuk
dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata
itu ditulis serangkai. Misalnya: menandatangani, keanekaragaman.
·
Jika salah
satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai. Misalnya: antarkota, mahaadil, subseksi, prakata.
c.
Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara
lengkap dengan menggunakan tanda hubung (-). Jenis-jenis kata ulang yaitu :
·
Dwipurwa
yaitu pengulangan suku kata awal.
Misalnya:
laki → lelaki
·
Dwilingga
yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan.
Misalnya:
rumah → rumah-rumah
·
Dwilingga
salin suara yaitu pengulangan variasi fonem.
Misalnya:
sayur → sayur-mayur
·
Pengulangan
berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan.
Misalnya:
main → bermain-main
d. Gabungan Kata
·
Gabungan kata
lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah
khusus. Bagian-bagiannya pada umumnya ditulis terpisah.
Misalnya:
mata kuliah, orang tua.
·
Gabungan
kata, termasuk istilah khusus yang menimbulkan kemungkinan salah baca saat
diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur bersangkutan.
Misalnya:
ibu-bapak, pandang-dengar.
·
Gabugan kata yang
sudah dianggap sebgai satu kata ditulis serangkai.
Misalnya:
daripada, sekaligus, bagaimana, barangkali.
e. Kata Ganti (-ku,
-mu, -nya, kau-)
Kata ganti ku- dan kau- ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sedangkan kata ganti -ku, -mu,-nya ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya.
Misalnya: kubaca, kaupinjam,
bukuku, tasmu, sepatunya.
f. Kata Depan (di,
ke, dari)
Kata depan di, ke, dan dari
ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, kecuali pada gabungan kata yang
dianggap padu sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya: Adik bermain sepeda
di jalan.
Saya pergi ke kampung halaman.
Dewi baru pulang dari kampus.
g. Kata Sandang
(si dan sang)
Kata si dan sang ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya: Nama si pengirim
surat tidak jelas.
Anjing bermusuhan dengan sang
kucing.
h. Partikel
Partikel merupakan kata tugas
yang mempunyai bentuk yang khusus, yaitu sangat ringkas atau kecil dengan
mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Kaidah penulisan partikel sebagai berikut:
·
Partikel
-lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang dipelajari minggu
lalu?
Apalah
gunanya bersedih hati?
·
Partikel pun
ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya kecuali yang dianggap sudah
menyatu.
Misalnya:
Jika ayah pergi, ibu pun ikut pergi.
·
Partikel per
yang berarti memulai, dari dan setiap. Partikel per ditulis terpisah dengan
bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.
Misalnya:
Rapor siswa dilihat per semester.
i.
Singkatan dan Akronim
·
Singkatan
adalah nama bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu kata atau lebih.
Misalnya: dll = dan lain-lain
yth = yang terhormat
·
Akronim
adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Misalnya: SIM = Surat Izin Mengemudi
IKIP = Institut Keguruan dan
Ilmu pendidikan
j.
Angka dan Lambang Bilangan
Dalam bahasa Indonesia ada dua
macam angka yang lazim digunakan, yaitu:
(1) Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4,
5, 6, 7, 8, 9, 10
(2) Angka Romawi : I, II, III,
IV, V, VI, VII, VIII, IX, X
Lambang bilangan dengan huruf
dilakukan sebagai berikut:
1) Bilangan utuh. Misalnya: 15 (lima belas)
2) Bilangan pecahan. Misalnya: ¾ (tiga perempat)
3) Bilangan tingkat. Misalnya: Abad II (Abad
ke-2)
4) Kata bilangan yang mendapat akhiran–an.
Misalnya:
tahun 50-an (lima puluhan)
5) Angka yang mneyatakan bilangan bulat yang
besar dapat dieja sebagian supaya mudah dibaca.
Misalnya:
Sekolah itu baru mendapat bantuan 210 juta rupiah.
6) Lambang bilangan letaknya pada awal kalimat
ditulis dengan huruf. Kalau perlu diupayakan supaya tidak diletakkan di awal
kalimat dengan mengubah struktur kalimatnya dan maknanya sama.
Misalnya: Dua
puluh lima siswa SMA tidak lulus. (benar)
55 siswa SMA 1 tidak lulus.
(salah)
7) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali beberapa dipakai secara
berurutan seperti dalam perincian atau pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton pertunjukan itu selama dua kali.
4. Penulisan Unsur
Serapan
Dalam hal
penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia
menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa
Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan,
situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing
tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah diterapkan. Penyerapan unsur
asing dalam pemakaian bahasa Indonesia dibenarkan, sepanjang:
(a) konsep yang terdapat dalam
unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia,
(b) unsur asing itu merupakan
istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam bahasa Indonesia,
akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia. sebaliknya
apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut,
maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima.
Menerima
unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa
Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing
merupakan hal yang biasa, dianggap sebagai suatu variasi dalam penggunaan
bahasa Indonesia. Hal itu terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan
pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu
dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang
biasa disebut akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa
Indonesia tidak mengenal konsep “radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari
bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal
adanya konsep “bambu” dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa Indonesia itu dalam bahasa Inggris.
Berdasarkan
taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua
bagian, yaitu:
1. Secara adopsi, yaitu apabila
unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan,
tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu: editor,
civitas academica, de facto, bridge.
2. Secara adaptasi, yaitu
apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dalam kaidah bahasa Indonesia,
baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara
adaptasi, yaitu: ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi,
fungsi.
5. Pemakaian Tanda
Baca
a. Tanda Titik (.)
Penulisan tanda titik di pakai
pada:
·
Akhir kalimat
yang bukan pertanyaan atau seruan
·
Akhir
singkatan nama orang
·
Akhir
singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
·
Singkatan
atau ungkapan yang sudah sangat umum. Bila singkatan itu terdiri atas tiga
hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
·
Dipakai
untuk memisahkan bilangan atau
kelipatannya.
·
Memisahkan
angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
·
Dipakai di
belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
·
Tidak dipakai
pada akhir judulyang merupakan kepala karangan
atau ilustrasi dan tabel.
b. Tanda Koma (,)
Kaidah penggunaan tanda koma
(,) digunakan:
·
Antara unsur-unsur
dalam suatu perincian atau pembilangan.
·
Memisahkan
kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh
kata tetapi atau melainkan.
·
Memisahkan
anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
·
Digunakan
dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal
kalimat. Termasuk kata: oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan akan
tetapi.
·
Digunakan
untuk memisahkan kata seperti: o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
·
Memisahkan
petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
·
Dipakai
diantara:
(1) nama dan alamat
(2) bagina-bagian alamat
(3) tempat dan tanggal
(4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
·
Dipakai di
muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan
angka.
·
Dipakai
antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari
singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
·
Menghindari
terjadinya salah baca di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
·
Dipakai di
antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
·
Dipakai untuk
mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
·
Tidak dipakai
untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam
kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.
c. Tanda Titik
Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai pada:
·
Akhir kalimat
tanya.
·
Dipakai di
dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang
dapat dibuktikan kebenarannya.
d. Tanda Seru ( !
)
Tanda seru dugunakan sesudah
ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kseungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.
e. Tanda Titik
Koma ( ; )
Tanda titik koma dipakai:
·
Memisahkan
bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
·
Memisahkan
kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
f. Tanda Titik Dua
( : )
Tanda titik dua dipakai:
·
Sesudah kata
atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
·
Pada akhir
suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
·
Di dalam teks
drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan .
·
Di antara
jilid atau nomor dan halaman.
·
Di antara bab
dan ayat dalam kitab suci.
·
Di antara
judul dan anak judul suatu karangan.
·
Tidak dipakai
apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri
pernyataan.
g. Tanda Elipsis
(…)
Tanda ini menggambarkan
kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa dalam suatu petikan
ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai
empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.
h. Tanda Garis
Miring ( / )
Tanda garis miring ( / ) di
pakai:
·
Dalam
penomoran kode surat.
·
Sebagai
pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.
i.
Tanda
Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )
Tanda penyingkat menunjukkan
penghilangan sebagian huruf.
j.
Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
Tanda petik tunggal dipakai:
·
Mengapit
petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
·
Mengapit
terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
k. Tanda Petik (
“…” )
Tanda petik dipakai:
·
Mengapit kata
atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum dikenal.
·
Mengapit
judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
·
Mengapit
petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis
lain.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasarnya
masyarakat kita telah memahami penggunaan kaidah tata bahasa Indonesia yang
baik dan benar, akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali masyarakat
dihadapkan pada situasi dan kondisi berbahasa yang tidak mendukung, maksudnya
ialah masyarakat masih enggan untuk mengikuti kaidah tata bahasa Indnesia yang
baik dan benar dalam komunikasinya sehari-hari, masyarakat sering terdikte oleh
aturan-aturan tata bahasa yang salah, sehingga bermula dari kesalahan-kesalahan
tersebut dapat menjadi kesalahan yang sangat fatal dalam mengikuti
aturan-aturan ketata bahasaan yang akhirnya kesalahan tersebut menjadi sebuah
kebiasaan dan parahnya lagi hal tersebut menjadi membudaya dan di benarkan
penggunaan dalam keseharian, untuk itu sudah menjadi kewajiban kita bersama
untuk selalu mengingatkan kepada masyarakan untuk dapat menggunakan kaidah tata
bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena bagaimanapun bahasa memiliki peran
penting dalam proses pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini.
B.
Saran
Dengan hadirnya makalah ini, diharapkan penulis maupun
para pembaca sebagai calon pendidik mampu mengetahui pengertian dan sejarah
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan serta ruang lingkupnya. Pengetahuan
dan pemahaman tentang EYD diperlukan pendidik untuk dapat mengajarkan pelajaran
Bahasa Indonesia di SD dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. 2004. Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan & Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Bandung: Yrama Widya.
0 komentar:
Posting Komentar