Minggu, 30 Juni 2013

EYD

BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang Masalah
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan, karena selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi secara tulisan. Di era globalisasi dan pembangunan reformasi demokrasi sekarang ini, masyarakat dituntut secara aktif untuk dapat mengawasi dan memahami infrormasi di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan benar. Sebagai bahan pendukung kelengkapan tersebut, bahasa berfungsi sebagai media penyampaian informasi secara baik dan tepat, dengan penyampaian berita atau materi secara tertulis, diharapkan masyarakat dapat menggunakan media tersebut secara baik dan benar. Dalam memadukan satu kesepakatan dalam etika berbahasa, disinilah peran aturan baku tersebut digunakan, dalam hal ini kita selaku warga negara yang baik hendaknya selalu memperhatikan rambu-rambu ketata bahasaan Indonesia yang baik dan benar. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah sub materi dalam ketata bahasaan Indonesia, yang memilik peran cukup besar dalam mengatur etika berbahasa secara tertulis sehingga diharapkan informasi tersebut dapat disampaikan dan dipahami secara komprehensif dan terarah. Dalam prakteknya diharapkan aturan tersebut dapat digunakan dalam keseharian masyarakat, sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesia dapat digunakan secara baik dan benar.

B.     Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ketrampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia khususnya pada bab Ejaan Yang Disempurnakan. Diharapkan setelah membaca makalah ini kami dan rekan-rekan mahasiswa lainnya dapat lebih memahami tentang pengertian Ejaan Yang Disempurnakan, memahami konsep dan sejarah EYD, sampai pada mengetahui ruang lingkup EYD.

C.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai:
1.      Apa yang dimaksud Ejaan Yang Disempurnakan?
2.      Bagaimanakah konsep dan sejarah perkembangan EYD?
3.      Bagaimanakah ruang lingkup EYD?



BAB II
ISI
A. Pengertian dan Sejarah Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, ejaan Republik atau ejaan Soewandi. Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata, sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib dan teratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.
Bahasa Indonesia dalam sejarah perkembangannya telah menggunakan beberapa ejaan, antara lain:
1. Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan pertama bahasa Indonesia adalah Ejaan Van Ophuijsen (diambil dari nama seorang guru besar Belanda yang juga pemerhati bahasa, Charles Van Ophuijsen), diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah kolonial Belanda yang berkuasa di Indonesia pada masa itu. Ejaan ini merupakan warisan dari bahasa Melayu yang menjadi dasar bahasa Indonesia. Ejaan Van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka.
2. Ejaan Republik
Ejaan Republik atau disebut juga Ejaan Soewandi adalah ejaan yang dibuat untuk menggantikan Ejaan Van Ophuijsen. Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947. Ejaan ini berlaku mulai tahun 1947 sampai tahun 1972.
3. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak diresmikan tanggal 16 Agustus 1972. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia, Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975. Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
‘tj’ menjadi ‘c’, contoh: tjutji → cuci
‘dj’ menjadi ‘j’, contoh: djarak → jarak
‘j’ menjadi ‘y’, contoh: sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’, contoh: njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’, contoh: sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’, contoh: achir → akhir

Perubahan Pemakaian Huruf
dalam Tiga Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan Van Ophuijsen
(1901-1947)
Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
(1947-1972)
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
(mulai 16 Agustus 1972)
choesoes
Djoem’at
ja’ni
chusus
Djum’at
jakni
khusus
Jumat
yakni


B.   Ruang Lingkup Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu (1) pemakaian huruf, (2) pemakaian huruf kapital dan huruf miring, (3) penulisan kata, (4) penulisan unsur serapan, dan (5) pemakaian tanda baca.
1.    Pemakaian Huruf
Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan sebanyak 26 buah.
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan  dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf berikut. Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.



Huruf
Nama
Huruf
Nama
Huruf
Nama
A   a
a
J   j
je
S   s
es
B   b
be
K   k
ka
T   t
te
C   c
ce
L   l
el
U   u
u
D   d
de
M   m
em
V   v
fe
E   e
e
N   n
en
W   w
we
F   f
ef
O   o
o
X   x
eks
G   g
ge
P   p
pe
Y   y
ye
H   h
ha
Q   q
ki
Z   z
zet
I   i
i
R   r
er



b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
Huruf Vokal
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
a
Api
padi
lusa
e
Enak
petak
sore
i
Itu
simpan
murni
o
Oleh
kota
radio
u
Ulang
bumi
ibu

c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Contoh:
bahasa             hutan               nama               tiga
cantik              jual                  pesawat           vaksin
danau              kerja                qari                  wanita
fakir                 libur                 rasa                 xilem
gerhana            makan             sampai             zebra

d. Huruf Diftong 
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Huruf Diftong
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
ai
Ain
syaitan
pandai
au
Aula
saudara
harimau
oi
-
boikot
sepoi

e. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.

Gabungan Huruf Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
kh
Khusus
akhir
tarikh
ng
Ngilu
bangun
senang
ny
Nyata
hanyut
-
sy
Syarat
isyarat
arasy

f. Pemenggalan Kata
1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a.       Jika ditengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua huruf vokal itu.
Misalnya : ma-in, sa-at, bu-ah.
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la               bukan              a-u-la
sau-da-ra        bukan              sa-u-da-r-a      
am-boi            bukan              am-bo-i
b.      Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir.
c.       Jika ditengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makhluk
d.      Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok, ikh-las
2) Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
Makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan :
a.       Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b.      Akhiran -i tidak dipenggal.
c.       Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi
3) Jika suatu kata terdiri dari atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a,1b,1c dan 1d di atas.
Misalnya :
bio-grafi, bi-o-gra-fi                                       
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si

2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :
1)      Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia menulis surat di kamar.
Tugas bahasa Indonesiasudah dikerjakan.
2)      Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Ayah bertanya, “Apakah mahasiswa sudah libur?”.
“Kemarin engkau terlambat”, kata ketua tingkat.
3)      Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.
Misalnya:
Allah Yang Maha kuasa lagi Maha penyayang.
Terima kasih atas bimbingan-Mu ya Allah.
4)      Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Raja Gowa adalah Sultan Hasanuddin.
Kita adalah pengikut Nabi Muhammad saw.
5)      Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Yusuf  Kalla memberi bantuan mobil.
Laksamana Muda Udara Abd. Rahman telah dilantik.
Dia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Depdiknas.
Bapak Gubernur Sulawesi Selatan menerima laporan korupsi.
6)      Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang.
Misalnya:
Nurhikmah
Dewi Rasdiana Jufri
7)      Digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa.
Misalnya: bangsa Indonesia                suku Sunda                 bahasa Arab
8)      Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriyah                                                   hari Jumat
bulan Desember                                                hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
9)      Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri.
Misalnya:
Laut Jawa                                                          Jazirah Arab
Asia Tenggara                                                   Tanjung Harapan
10)   Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali terdapat kata penghubung.
Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
11)   Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan.
Misalnya:
Surat Saudara sudah saya terima.
Mereka pergi ke rumah Pak Lurah.
12)   Digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Surat Anda telah saya balas.
Sudahkah Anda sholat?
13)   Digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
Misalnya:
Dr.       doktor
S.H.     sarjana hukum
14)   Digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar, dan karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata penghubung.
Misalnya:
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.
15)   Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

B. Huruf Miring
Huruf miring digunakan untuk :
1) Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
Buku Negarakertagama karangan Prapanca.
Majalah Suara Hidayatullah sedang dibaca.
Surat kabar Pedoman Rakyat akan dibeli.
2) Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital..
3) Menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing.
Misalnya:
Politik devide et impera pernah merajalela di Indonesia.
Nama ilmiah padi adalah Oryza sativa.

3. Penulisan Kata
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu:
a.      Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan. Misalnya: Dia teman baik saya.
b.      Kata Turunan (Kata berimbuhan)
Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu :
·         Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: membaca, ketertiban, terdengar dan memasak.
·         Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata. Misalnya: bertepuk tangan, sebar luaskan.
·         Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai. Misalnya: menandatangani, keanekaragaman.
·         Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: antarkota, mahaadil, subseksi, prakata.
c.       Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung (-). Jenis-jenis kata ulang yaitu :
·         Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.
Misalnya: laki →  lelaki                     
·         Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan.
Misalnya: rumah → rumah-rumah
·         Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem.
Misalnya: sayur →  sayur-mayur
·         Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan.
Misalnya: main →  bermain-main


d.      Gabungan Kata
·         Gabungan kata lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah  khusus. Bagian-bagiannya pada umumnya ditulis terpisah.
Misalnya: mata kuliah, orang tua.
·         Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang menimbulkan kemungkinan salah baca saat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur bersangkutan.
Misalnya: ibu-bapak, pandang-dengar.
·         Gabugan kata yang sudah dianggap sebgai satu kata ditulis serangkai.
Misalnya: daripada, sekaligus, bagaimana, barangkali.
e.       Kata Ganti (-ku, -mu, -nya, kau-)
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sedangkan kata ganti   -ku, -mu,-nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: kubaca, kaupinjam, bukuku, tasmu, sepatunya.
f.       Kata Depan (di, ke, dari)
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, kecuali pada gabungan kata yang dianggap padu sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya: Adik bermain sepeda di jalan.
    Saya pergi ke kampung halaman.
    Dewi baru pulang dari kampus.
g.      Kata Sandang (si dan sang)
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya: Nama si pengirim surat tidak jelas.
     Anjing bermusuhan dengan sang kucing.
h.      Partikel
Partikel merupakan kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus, yaitu sangat ringkas atau kecil dengan mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Kaidah penulisan partikel sebagai berikut:
·         Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:   Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang dipelajari minggu lalu?
            Apalah gunanya bersedih hati?
·         Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya kecuali yang dianggap sudah menyatu.
Misalnya: Jika ayah pergi, ibu pun ikut pergi.
·         Partikel per yang berarti memulai, dari dan setiap. Partikel per ditulis terpisah dengan bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.
Misalnya: Rapor siswa dilihat per semester.
i.        Singkatan dan Akronim
·         Singkatan adalah nama bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu kata atau lebih.
Misalnya:   dll = dan lain-lain
yth = yang terhormat
·         Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Misalnya:  SIM = Surat Izin Mengemudi
IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu pendidikan
j.        Angka dan Lambang Bilangan
Dalam bahasa Indonesia ada dua macam angka yang lazim digunakan, yaitu:
(1) Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
(2) Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X
Lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
1)   Bilangan utuh. Misalnya: 15 (lima belas)
2)   Bilangan pecahan. Misalnya: ¾ (tiga perempat)
3)   Bilangan tingkat. Misalnya: Abad II (Abad ke-2)
4)   Kata bilangan yang mendapat akhiran–an.
Misalnya: tahun 50-an (lima puluhan)
5)  Angka yang mneyatakan bilangan bulat yang besar dapat dieja sebagian supaya mudah dibaca.
Misalnya: Sekolah itu baru mendapat bantuan 210 juta rupiah.
6)   Lambang bilangan letaknya pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Kalau perlu diupayakan supaya tidak diletakkan di awal kalimat dengan mengubah struktur kalimatnya dan maknanya sama.
Misalnya: Dua puluh lima siswa SMA tidak lulus. (benar)
55 siswa SMA 1 tidak lulus. (salah)
7)   Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali beberapa dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau pemaparan.
Misalnya: Amir menonton pertunjukan itu selama dua kali.

4.      Penulisan Unsur Serapan
Dalam hal penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan, situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah diterapkan. Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa Indonesia dibenarkan, sepanjang:
(a) konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia,
(b) unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia. sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima.
Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing merupakan hal yang biasa, dianggap sebagai suatu variasi dalam penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal konsep “radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya konsep “bambu” dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa Indonesia  itu dalam bahasa Inggris.
Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua bagian, yaitu:
1. Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu: editor, civitas academica, de facto, bridge.
2. Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dalam kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu: ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.

5.      Pemakaian Tanda Baca
a.      Tanda Titik (.)
Penulisan tanda titik di pakai pada:
·         Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
·         Akhir singkatan nama orang
·         Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
·         Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum. Bila singkatan itu terdiri atas tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
·         Dipakai untuk  memisahkan bilangan atau kelipatannya.
·         Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
·         Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
·         Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan  atau ilustrasi dan tabel.
b.      Tanda Koma (,)
Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan:
·         Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
·         Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
·         Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
·         Digunakan dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk kata: oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi.
·         Digunakan untuk memisahkan kata seperti: o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
·         Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
·         Dipakai diantara:
(1) nama dan alamat
(2) bagina-bagian alamat
(3)  tempat dan tanggal
(4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
·         Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
·         Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
·         Menghindari terjadinya salah baca di belakang  keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
·         Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
·         Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
·         Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.
c.       Tanda Titik Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai pada:
·         Akhir kalimat tanya.
·         Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
d.      Tanda Seru ( ! )
Tanda seru dugunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kseungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.
e.       Tanda Titik Koma  ( ; )
Tanda titik koma dipakai:
·         Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
·         Memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
f.       Tanda Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai:
·         Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
·         Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
·         Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan .
·         Di antara jilid atau nomor dan halaman.
·         Di antara bab dan ayat dalam kitab suci.
·         Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
·         Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
g.      Tanda Elipsis (…)
Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.
h.      Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring ( / ) di pakai:
·         Dalam penomoran kode surat.
·         Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.
i.        Tanda  Penyingkat  atau Apostrof ( ‘ )
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.
j.        Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
Tanda petik tunggal dipakai:
·         Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
·         Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
k.      Tanda Petik ( “…” )
Tanda petik dipakai:
·         Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum dikenal.
·         Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
·         Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.























BAB III
PENUTUP


A.   Kesimpulan
Pada dasarnya masyarakat kita telah memahami penggunaan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali masyarakat dihadapkan pada situasi dan kondisi berbahasa yang tidak mendukung, maksudnya ialah masyarakat masih enggan untuk mengikuti kaidah tata bahasa Indnesia yang baik dan benar dalam komunikasinya sehari-hari, masyarakat sering terdikte oleh aturan-aturan tata bahasa yang salah, sehingga bermula dari kesalahan-kesalahan tersebut dapat menjadi kesalahan yang sangat fatal dalam mengikuti aturan-aturan ketata bahasaan yang akhirnya kesalahan tersebut menjadi sebuah kebiasaan dan parahnya lagi hal tersebut menjadi membudaya dan di benarkan penggunaan dalam keseharian, untuk itu sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk selalu mengingatkan kepada masyarakan untuk dapat menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena bagaimanapun bahasa memiliki peran penting dalam proses pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini.

B.   Saran
Dengan hadirnya makalah ini, diharapkan penulis maupun para pembaca sebagai calon pendidik mampu mengetahui pengertian dan sejarah Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan serta ruang lingkupnya. Pengetahuan dan pemahaman tentang EYD diperlukan pendidik untuk dapat mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia di SD dengan baik.










DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2004. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan & Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.


0 komentar:

Posting Komentar