BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Guru
adalah tenaga profesional sehingga guru tidak disamakan dengan seorang tukang.
Seorang tukang cukup mengikuti petunjuk yang terdapat dalam buku petunjuk.
Sementara guru perannya adalah sebagai pengelola aktivitas yang harus bekerja
berdasarkan pada kerangka acuan pendekatan manajemen kelas.
Mengelola
kelas dalam proses pemecahan masalah bukan terletak pada banyyaknya macam
kepimpinan dan kontol, tetapi terletak pada keterampialn memberikan fasilitas
yang berbeda-beda untuk setiap peserta didik. Pemecahan masalah merupakan
proses penyelesai yang beragam, ini tergantung pada sumber permasalahan.
Guru
harus memiliki, memahami, dan terampil dalam menggunakan bermacam-macam
pendekatan dalam manajemen kelas, meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami
dan dimilikinyadipergunakan bersama atau sekaligus. Dalam hal ini, guru
dituntut untuk terampil memilih atau bahkan memadukan pendekatan yang
menyakinkan untuk menangani kasus manajemen kelas yang tepat dengan masalah
yang dihadapinya.
1.2
Rumusan
Masalah
Ø Bagaimana
pengertian otoriter, intimidasi, permisif, baku masak, intruksional, perubahan
perilaku, sosio-emosional, proses kelompok, ekletik, dan analitik pluralistik
dalam manajemen kelas?
Ø Jelaskan
bagaiman kekuatan dan kelemahan tiap-tiap pendekatan dalam manajemen kelas?
Ø Jelaskan
bagaiman persamaan dan perbedaan tiap-tiap pendekatan dalam manajemen kelas?
1.3
Tujuan
Penulisan
Setelah mempelajari bab
ini, diharapkan dapat:
Ø Menjelaskan
pengertian otoriter, intimidasi, permisif, baku masak, intruksional, perubahan
perilaku, sosio-emosional, proses kelompok, ekletik, dan analitik pluralistik
dalam manajemen kelas.
Ø Menyimpulkan
kekuatan dan kelemahan tiap-tiap pendekatan dalam manajemen kelas.
Ø Menyimpulkan persamaan dan perbedaan
tiap-tiap pendekatan dalam manajemen kelas.
BAB
II
ISI
2.1 Pendekatan Otoriter
Pendekatan
Otoriter adalah pendekatan yang menempatkan guru dalam menciptakan dan
memelihara ketertiban di kelas dengan menggunakan strategi pengendalian. Tujuan
guru yang utama ialah mengendaliakan perilaku peserta didik. Guru bertanggung
jawab mengendalikan perilaku peserta didik karena gurulah yang paling
mengetahui dan berurusan dengan peserta didik. Tugas ini sering dilakukan guru
menciptakan dan menjalankan peraturan dan hukuman.
Pendekatan Otoriter jangan dipandang sebagai
stategi yang bersifat mengintimidasi. Guru yang mempraktekan pendekatan
otoriter tidak memaksakan kepatuhan, merendahkan peserta didik, dan tidak
bertindak kasar. Guru otoriter bertindak untuk kepentingan peserta didik dengan
menerapkan disiplin yang tegas.
Pendekatan Otoriter menawarka lima strategi
yang dapat diterapkan dalam mengelola kelas yaitu (1) menetapkan dan menegakkan
peraturan, (2) memberikan perintah, pengarahan, dan pesan, (3) menggunakan
teguran, (4) menggunakan pengendalian gerak mendekati, dan (5) menggunakan
pemisahan dan pengucilan.
a.
Menetapkan dan
menegakkan peraturan
Adalah kegiatan guru
menggariskan pembatasan-pembatasan dengan memberitahukan kepada peserta didik
apa yang diharapkan dan mengapa hal tersebut diperlukan. Dengan demikian,
kegiatan menciptakan dan menegak-kan peraturan adalah proses mendefinisikan
dengan jelas dan spesifik harapan guru mengenai perilaku peserta didik di
kelas. Peraturan merupakan pedoman yang diformalkan yang menggambarkan perilaku
yang dibenarkan dan yang tidak dibenarkan. Maksud peraturan itu adalah untuk
menuntut dan membatasi perilaku peserta didik. Peraturan yang dirumuskan dengan
jelas amatlah perlu agar peserta didik dapat bekerja sesuai dengan peraturan.
Mengetahui dan memahami peraturan yang menyatakan apa yang dibenarkan dan apa
yang tidak dibenarkan sangatlah penting sehingga peserta didik mengetahui apa
yang harus dikerjakan dan mengetahui akibat pelanggaran atas peraturan itu.
b.
Memberikan perintah,
pengarahan, dan pesan
Adalah stategi atau
cara guru dalam mengendalikan perilaku peserta didik agar peserta didik
melakukan sesuatu yang diinginkan guru. Perintah, pengarahan, dan pesan yang
disampaikan dan dinyatakan dengan jelas dan mudah dipahami adalah suatu cara
yang sesuai an sempurna dalam mengendaliakan perilaku peserta didik sepanjang
tidak menggunakan paksaan agar mematuhinya.
c.
Menggunakan teguran
ramah adalah
strategi mengelola
kelas yang digunakan guru dengan cara memarahi peserta didik berperilaku tidak
sesuai dan yang melanggar peraturan dengan cara lemah lembut. Para pengajur
strategi ini merekomendasikan bahwa teguran ramah adalah strategi yang
efektif untuk mengembalikan peserta
didik dari perilaku menyimpang yang ringan kepada perilaku menyimpang yang
ringan kepada perilaku yang diharapkan. Teguran ramah dapat dialakukan secara
verbal maupun nonverbal dimaksudkan untuk memberitahuakan dan bukan menuduh.
d.
Menggunakan
pengendalian dengan mendekati
Adalah tindakan guru
bergerak mendekati peserta didik yang dilihatnya berperilaku menyimpan.
Strategi ini dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya situasi yang mengacaukan
atau yang mempunyai kemungkinan mengacaukan. Tindakan itu tidak dimaksudkan
untuk menghukum atau mengintimidasi. Strategi ini didasarkan pada asumsi bahwa
kehadiran guru secara fisik akan cukup berhasil mencegah peserta didik
berperilaku menyimpang.
2.2 Pendekatan Intimidasi
Berbeda
dengan pendekatan otoriter yang menekankan perilaku guru yang manusiawi,
pendekatan intimidasi menekankan pada perilaku guru yang mengintimidasi.
Bentuk-bentuk intimidasi itu seperti hukuman yang kasar, ejekan, hinaan,
paksaan, ancaman, menyalahkan. Peranan guru adalah memaksa peserta didik
berperilaku berperilaku sesuai perintah guru.
Pendekatan
intimidasi berguna dalam situasi tertentu dengan menggunakan teguran kelas.
Teguran kelas adalah perintah verbal yang keras yang diberikan pada situasi
tertentu dengan maksud dengan segera menghentikan perilaku siswa yang penyimpangannya
berat. Misalnya guru memergoki dua orang peserta didik berkelahi. Kemudian,
guru berteriak “Berhenti!” dengan harapan setelah mendengar suara guru kedua
peserta itu berhenti berkelahi. Kehadirann guru membuat mereka takut karena
mereka membayangkan akan memperoleh hukuman yang sangat berat. Dengan demikian,
pendekatan intimidasi hanya baik untuk menghentikan perbuatan yang salah berat
dengan segera. Apabila perbuatan salah itu selesai atau berhenti, tindakan
intimidasi tidak akan seproduktif strategi lain. Kendatipun tindakan intimidasi
telah dipakai secara luas dan ada manfaatnya, terdapat banyak kecaman
pendekatan ini. Penggunaan pendekatan ini hanya bersifat pemecahan masalah
secara sementara dan hanya menangani gejala-gejala masalahnya, bukan masalah
itu sendiri. Kelemahan lain yang timbul penerapan pendekatan ini adalah
tumbuhnya sikap bermusuhan dan hancurnya hubungan antara guru dan peserta
didik.
2.3 Pendekatan Permisif
Pendekatan
Permisif adalah pendekatan yang menekankan perlunya memaksimalkan kebebasan
siswa. Tema sentral pendekatan ini adalah apa, kapan, dimana pun juga guru
hendaknya membiarkan peserta didik bertindak bebas ssuai yang diinginkannya.
Peranan guru adalah meningkatkan kebebasan peserta didik, sebab hal itu akan
membantu pertumbuhan secara wajar. Campur tangan guru hendaknya seminimal
mungkin, dan guru hendaknya juga berperan sebagai pendorong untuk mengembangkan
potensi peserta didik secara penuh.
Pendekatan
permisif sedikit penganjurnya. Pendekatan ini kurang menyadari bahwa sekoalh
dan kelas adalah system social yang memiliki pranata-pranata sosial. Dalam
system social anggotanya, dalam hal ini guru dan peserta didik, menyandang hak
dan kewajiban. Mereka diharapkan bertindak sesuai dengan hak dan kewajibanya
dan diterima oleh semua pihak. Perbuatan yang bebas tanpa batas akan memperkosa
dan mengancam hak-hak orang lain.
Banyak
pendapat yang menyatakan bahwa pendekatan permisif dalam bentuk yang murni
tidak produktif diterapkan dalam situasi atau lingkungan sekoalh dan keals.
Namun, disarankan agar guru memberikan kesempatan pada peserta didik melakukan
urusan sendiri apabilahal itu berguna. Dengan demikian, guru dapat menemuakan
cara untuk memberiakn kebebasan sebesar-besarnya pada peserta didik di satu
sisi, disisi lain tetap dapat mengendaliakan kebebasan itu dengan penuh
tanggung jawab.
2.4 Pendekatan Buku Masak
Pendekatan
buku masak adalah pendekatan berbentuk rekomendasi berisi daftar hal yang harus
di lakukan atau yang tidak harus dilakukan oleh seorang guru apabila menghadapi
berbagai tipe masalah manajemen kelas tanpa banyak berpikir lagi. Daftar
tentang apa yang harus dilakukan atau yang tidak harus dilakukan ini biasanya
dapat ditemukan dalam artikel Tiga Puluh Cara untuk Memperbaiki Perialku
Peserta Didik. Karena daftar ini sering merupakan resep yang cepat dan mudah,
pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan “buku masak”. Berikut ini adalah
contoh khas jenis pernyataan yang dapt dijumpai dalam daftar “buku masak”:
ü Selalulah
menegur siswa dengan empat mata!
ü Jangan
sekali-kali meninggiakansuara pada saat atau pada waktu memperingatkan siswa!
ü Tegas
dan bertindak adil sewaktu berurusan dengan siswa!
ü Jangan
pandang bulu dalam memberikan penghargaan!
ü Senantiasalah
meyakinkan diri lebih dahulu akan kesalahan siswa sebelum menjatuhkan hukuman!
ü Selalulah
meyakinkan diri bahwa siswa mengetahui semua peraturan yang ada!
ü Tetaplah
konsekuen dalam menegakkan peraturan
Pendekatan
buku masak tidak dijabarkan atas dasar konsep yang jelas, sehingga tidak
ditemukan prinsip-prinsip yang memungkinkan guru menerapkan secara umum pada
masalah-masalah lain. Pendekatan ini cenderung menumbuhkan sikap reaktif pada
diri guru dalam mengelola kelas. Kelemahan lain pendekatan buku masak adalah
apabila resep tertentu gagal mencapai tujuan, guru tidak dapat memilih
alternatif lain, karena pendekatan ini
bersifat mekanistik. Guru yang bekerja dengan kerangka acuan buku masak akan
merugikan diri sendiri dan tidak mungkin menjadi manajer kelas yang efektif.
2.5 Pendekatan Instruksional
Pendekatan
Instruksional adalah pendekatan yang mendasarkan kepada pendirian bahwa
pengajaran ang dirancang dan dilaksanakan dengan cermat akan mencegah sebagian
besar masalah manajerial kelas. Pendekatan ini berpendapat bahwa pengajaran
yang efektif adalah perencanaan pengajaran yang bermutu. Dengan demikian, peran
guru adalah merencenakan dengan teliti pelajaran yang baik, kegiatan belajar
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap peserta didik.
Para
penganjur pendekatan intruksional dala manajemen kelas cenderung memandang
perilaku intruksional guru mempunyai potensi dua tujuan utama manajemen kelas.
Tujuan itu adalah (1) mencegah timbulnya manajerial, (2) memecahkan masalah
manajerial kelas. Cukup banyak contoh yang membuktikan bahwa kegiatan belajar
mengajar yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik merupakan faktor utama
dalam pencegahan timbulnya masalah manajemen kelas. Sebaliknya banyak kegiatan
yang mendukung pendirian bahwa kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dan
dilaksanakan dengan tidak baik adalah penyebab utama timbulnya masalah manajeme
kelas. Oleh karena itu, para pengembang pendekatan instruksional menyarankan
guru dalam mengembangkan strategi manajemen kelas memperhatikan hal-hal
berikut:
1)
Menyampaikan kurikulum
dan pelajaran dengan cara yang menarik, relevan, dan sesuai secara empiris
dianggap sebagai penangkal perilaku menyimpang para peserta didik di dalam
kelas. Di samping itu, penelitian-penelitian menemukan bahwa kunci keberhasilak
manajemen kelas ialah kemampuan guru mempersiapkan dan menyelenggarakan
kegiatan elajar-mengajar. Hal itu akan mencegah perhatian yang kurang,
kebosanan, dan perilaku menyimpang. Guru yang berhasil adalah guru yang
menyajikan pelajaran dengan baik, tepat dan jelas arahnya, memberikan kegiatan
yang sesuai dengan kemampuan dan minat peserta didik.
2)
Menerapkan kegiatan
yang efektif adalah kemampuan guru mengatur arus dan tempo kegiatan kelas oleh
banyak orang sehingga mencegah peserta didik melalaikan tugasnya. Kegiatan guru
yang meloncat-loncat (mendesak, tergantung, terputus, berubah arah),
bertele-tele, dan terpisah-pisah adalah kegiatan-kegiatan yang tidak efektif,
dan akan mengundang perilaku peserta didik untuk menyimpang.
3)
Menyiapkan kegiatan
rutin kelas adalah kegitan sehari-hari yang perlu dipahami dan dilakukan
peserta didik. Informasi kegiatan ini disampaikan guru pada awal pertemuan
peserta didik di kelas. Penjelasan secukupnya mengeani harapan guru yang
berkaitan dengan kegiatan rutin kelas merupakan langkah yang menentukan keefektifan
manajemen kelas dan mengembangkan kelas yang produktif.
4)
Memberikan pengarahan
yang jelas adalah kegiatan ang mengkomunikasikan harapan-harapan yang
diinginkan guru. Instruksi yang jelas, sederhana, ringkas, tepat pada sasaran,
sistematik akan membantu keefektifan manajemen kelas, sehingga masalah-masalah
menyimpang yang disebabkan oleh pengarahan yang buruk dapat dihindari.
5)
Memberikan dorongan
yang bermakna adalah suatu proses usaha guru dalam menunjukkan minat yang
sungguh-sungguh terhadapperilaku peserta didik yang menunjukkkan tanda-tanda
kebosanan dan keresahan. Kegiatanya, misalnya, guru dapat mendekati peserta
didik, memeriksa pekerjaannya, memberikan penghargaan pada usahanya, dan
memberikan saran-saran perbaikan lebih lanjut. Dengan cara ini guru membantu
peserta didik meneruskan aktivitasnya dan mencegah timbulnya perilaku
menyimpang.
6)
Memberikan bantuan
mengatasi rintangan adalah bentuk pertolongan yang diberikan oleh guru untuk
membantu peserta didik menghadapi persoalan yang mematahan semangat, pada saat
mereka memerlukannya. Proses bantuanya dilaksanakan sebelum situasi berkembang
hingga tidak dapat dikuasai. Bantuan mengatasi rintangan ini adalah cara yang
sangat bermanfaat untuk mencegah perilaku mengganggu.
7)
Merencanakan perubahan
lingkungan adalah proses mempersiapkan kelas atau lingkungan menghadapi
perubahan-perubahan situasi. Misalnya, peserta didik harus disiapkan atas
kemungkinan guru tidak dapat hadir selam beberapa hari dan akan digantikan guru
lain. Perencanaan yang disiapkan sebelumnya akan membantu peserta didik
memahami hal itu dan berperilaku sesuai dengan yang direncanakan guru. Dengan
demikian, timbulnya masalah manajemen kelas dapat dicegah secara dini.
Merencanakan dan mengubah lingkungan kelas adalah proses penciptaan lingkungan
yang menyenangkan dan tertib. Kegiatan ini dimaksudkan memaksimalkan
produktivitas dan meminimalkan perilaku menyimpang dan dirancang dengan baik.
Merencanakan dan mengubah lingkungan kelas diperluakn untuk mencegah atau
mengurangi jenis-jenis perilaku tertentu yang tidak diinginkan.
8)
Mengatur kembali
struktur sitausi adalah strategi manajerial kelas dalam memulai suatu kegiatan
atau mengerjakan tugas dengan cara yang lain atau cara yang berbeda. Mengubah
sifat kegiatan, mengubah pusat perhatian, atau menggunakan cara baru untuk
mengerjakan hal-hal lama akan efektif mencegah timbulnya masalah manajemen
kelas, khususnya yang bersumber pada perasaan bosan.
2.6 Pendekatan
Pengubahan Perilaku
Pendekat
pengubah perilaku didasarkan pada prinsip-prinsip psikologi behaviorisme.
Prinsip utama yang mendasari pendekatan ini adalah perilaku merupakan hasil
proses belajar. Prinsip ini berlaku baik bagi perilaku yang sesuai maupun
perilaku yang menyimpang. Penganjur pendekatan ini berpendapat bahwa seorang
peserta didik berperilaku menyimpang disebabkan oleh salah satu dari dua alasan
yaitu (1) peserta didik telah belajar berperilaku yang tidak sesuai atau (2)
peserta didik tidak belajar berperilaku yang sesuai.
Pendekatan
pengubahan perilaku dibangun atas dasar dua asumsi utama yaitu (1) empat proses
dasar belajar dan (2) pengaruh kejadian-kejadian dalam lingkungan. Tugas guru
adalah menguasai dan menerapkan empat prinsip dasar belajar. Prinsip tersebut
adalah penguatan positif, hukuman, penghentian, dan penguatan negatif.
Penguatan positif yakni pemberian
penghargaan setelah terjadi suatu perbuatan. Penghargaan menyebabkan perbuatan
yang dikuatkan itu semakin meningkat. Perbuatan yang dihargai tersebut
diperkuat dan diulangi dikemudian hari.
Contoh:
Nasir membuat karya
tulis. Karya tulis itu sangat rapi. Kemudian karya tulis itu diserahkan
(=perbuatan, tingkah laku). Guru memuji karya tulis itu dan mengatakan bahwa
karya tulis yang rapi lebih mudah dan enak dibaca dari pada karya tulis yang
tidak rapi (=penguatan positif). Dalam karya tulis berikutnya Natsir lebih
bersungguh-sungguh dan tulisannya lebih rapi (=frekuensi perbuatan yang
dikuatkan lebih meningkat).
Hukuman adalah pemberian pengalaman atau rangsangan yang
tidak disuaki atau tidak diinginkan sesudah terjadinya suatu perbuatan. Hukuman
menyebabakan suatu perbuatan yang dikenai hukuman frekuensinya berkurang dan
cenderung tidak dilanjutkan.
Contoh:
Tarji membuat dan
menyerahkan makalah yang tulisannya tidak rapi pada gurunya (=perbuatan peserta
didik). Guru menegur Tarji karena dia tidak bekerja rapi. Guru mengatakan
kepadanya bahwa tulisan yang tidak rapi sukar dibaca. Guru menyuruh agar Tarji
menulis kembali makalah itu (=hukuman). Dalam makalah berikutnya tulisan Tarji
bertambah baik (=frekuensi perbuatan yang dihukum berkurang).
Penghentian adalah menahan suatu penghargaan yang
diharapkan (=menahan penguatan positif), yang dalam kejadian sebelumnya
perbuatan itu diberi penghargaan. Penghentian menyebabkan menurunya frekuensi
perbuatan yang sebelumnya dihargai.
Contoh:
Marni yang pekerjaannya
rapi selalau dihargai oleh guru. Ia menyiapkan sbuah karya tulis dengnan
tulisan yang rapi. Kemudian menyerahkan kepada guru (=perbuatan peserta didik
yang sebelumnya dikuatkan oleh guru). Guru menerimanya, kemudian
mengembalikannya kepada Marni tanpa komentar apapun (=menahan pengutan
positif). Pekerjaan Marni menjadi kurang rapi dalam membuat makalah berikutnya
(=frekeunsi perbuatan yang sebelumnya dikuatkan menjadi menurun)
Penguatan negatif adalah penarikan rangsangan (hukuman)
yang tidak diinginkan atau tidak disukai sesudah terjadinya suatu perbuatan,
yang menyebabkan frekuensi perbutan itu meningkat. Menarik hukuman bermaksud
memperkuat perilaku dan meningkatakn kecenderungan diulangi.
Contoh:
Iskandar adalah seorang
peserta didik yang selalu menyerahkan pekerjaan (makalah) yang kurang rapi
kepada gurunya. Meskipun guru selalu mengomentari Iskandar, pekerjaan Iskandar
itu tidak bertambah rapi. Guru kali ini menerima pekerjaan Iskandar tanpa komentar
dan omelan seperti biasanya (=menarik hukuman). Ternyata pada kemudian hari
pekerjaan Iskandar menjadi lebih baik (=frekuensi perilaku meningkat).
Mendasarkan pada uraian di atas, guru dapat mendorong
perilaku peserta didik yang sesuai dengan mempergunakan penguatan positif
(member penghargaan) dan penguatan negatif (menarik hukuman). Guru dapat
mengurangi perialku peserta didik yang menyimpang yang mempergunakan hukuamn
(memberikan rangsangan yang tidak menyenangkan), penghentian (menahan penghargaan
yang diharapkan) dan penarikan (menarik penghargaan dari peserta didik). Hal
yang perlu diingat bahwa konsekuensi-konsekuensi itu member pengaruh kepada
perilaku peserta didik sesuai denagn prinsip-prinsip perilaku yang telah
terbentuk. Jika guru menghargai perilaku yang menyimpang, perilaku tersebut
cenderung diteruskan. Jiak guru menghukum perilaku ang sesuai, perilaku
tersebut cenderung diteruskan.
Penentuan waktu, frekuensi penguatan dan hukuman adalah
prinsip lain yang penting dalam pengubahan perialku. Perbuatan peserta didik
yang hendak diperkuat oleh guru harus dengan segera dikuatkan setelah perbuatan
itu terjadi. Perbuatan peserta didik yang hendak dihentikan harus segera
dikenakan hukuamn setelah perbuatan itu terajdi. Perilaku yang tidak dikenakan
hukuman dengan segera cenderung akan menguat. Jadi, penentuan waktu tepat untuk
menghargai dan menghukum adalah penting.
Penguatan yang terus menerus, yaitu penguatan yang
menyusul setiap terjadi perilaku menyebabkan makin cepatnya seseorang mempelajari
perilaku tersebut. Jika seorang guru menginginkan penguatan perialku siswa
tersebut, guru harus menghargai setiap kali perilaku itu terjadi. Penguatan
terus-menerus akan sangat efektif pada tahap awal mempelajari perilaku.
Ada dua macam pendekatan untuk
penguatan yang berselang waktu pendek, yaitu penjadwalan selang waktu dan
penjadwalan rasio. Penjadwalan selang waktu ialah pendekatan yang dipergunakan oleh guru
memberi penguatan kepada siswa setelah batas waktu tertentu misalnya, guru yang
menggunakan penjadwalan selang waktu
akan memberi penguatan kepada seorang siswa setiap jam. Penjadwalan
rasio adalah pendekatan yang digunakan oleh guru memberi penguatan kepada siswa
setelah suatu perbuatan terjadi beberapa kali. Misal, guru yang menggunakan penjadwalan
rasio akan memberi penguatan kepada siswa setelah perbuatan tertentu terjadi
empat kali.
Penghargaan atau penguatan adalah suatu rangsangan untuk meningkatkan
frekuensi perbuatan yang mendahuluinya. Hukuman adalah sesuatu yang mengurangi
frekuensi perbuatan yang mendahuluinya. Penguatan dapat digolongkan dalam dua
kategori utama yaitu penguatan primer (diperlukan untuk mempertahankan
kehidupan seperti air, makanan, rumah), dan pendorong bersyarat (pujian, rasa
kasih sayang dan sebagainya).
Penguatan bersyarat terdiri dari
beberapa tipe seperti penguatan sosial (pujian atau tepukan), penguatan
perlambang (berupa benda atau barang – tanda penghargaan), penguatan nyata
(uang atau hadiah), penguatan kegiatan (bermain di luar, membaca bebas, diberi
kesempatan memilih nyanyian).
Penghargaan (dan hukuman) dapat
dipahami hanya dalam kaitannya dengan peserta didik secara individual.
Penghargaan terhadap seorang peserta didik dapat saja dirasakan sebagai hukuman
bagi peserta didik lainnya. Respon yang dimaksudkan oleh guru sebagai penghargaan
dapat dirasakan sebagai hukuman, dan respon yang dimaksudkan sebagai hukuman
dapat menjadi penghargaan. Hal semacam ini sering terjadi. Contoh yang sangat
lazim sekali terjadi apabila seorang peserta didik berperilaku menyimpang
dengan maksud menarik perhatian. Tindakan hukuman yang diberikan oleh guru
sesudah kejadian itu sesungguhnya adalah menghargai, bukan menghukum peserta
didik yang haus perhatian itu. Oleh karena itu, peserta didik tersebut
meneruskan perilakunya untuk mendapat perhatian yang didambakannya.
Terdapat tiga metode yang
ditawarkan untuk menemukan penguatan-penguatan yang berorientasi individual
yaitu (1) mendapatkan petunjuk mengenai penguatan yang mungkin dengan mengamati
apa yang mungkin dilakukan oleh peserta didik, (2) mendapatkan petunjuk
tambahan dengan mengamati apa saja yang mengikuti perilaku peserta didik
tertentu, dan (3) mendapatkan petunjuk tambahan dengan hanya menanyakan si
anak, apa yang akan dilakukan pada waktu senggang, apa yang ingin dimiliki, dan
untuk apa ia melakukan sesuatu.
Pendekatan pengubahan perilaku menawarkan sejumlah strategi manajerial
kepada guru yang semuanya mengandung penggunaan penguatan. Berikut ini adalah
strategi-strategi lain yang ditawarkan dalam mengelola kelas.
1.Mempergunakan Model
Model
adalah proses yang dialami peserta didik dengan mengamati cara berperilaku
orang lain mendapatkan perilaku yang baru. Sebagai suatu strategi manajemen,
model dapat dipandang sebagai suatu proses yang dilakukan guru melalui tingkah
lakunya menampilkan nilai dan sikap yang dikehendaki, dimiliki dan ditampilkan
oleh peserta didik.
2.Mempergunakan
Pembentukan
Pembentukan adalah suaatu prosedur dengan cara guru meminta peserta
didik menampilkan serangkaian perilaku yang mendekati atau mirip dengan
perilaku yang diinginkan, dan pada setiap kali peserta didik menampilkan
perilaku yang mendekati itu guru memberikan penguatan kepadab peserta didik
sehingga ia mau secara konsisten menampilkan perilaku yang diinginkan tersebut.
Jadi pembentukan adalah ststegi pengubahan perilaku yang digunakan untuk
mengembangkan perilaku yang baru.
3.Mempergunakan
Sistem Hadiah
Sistem hadiah biasanya
terdiri atas tiga unsur. Unsur-unsur itu dimaksudkan untuk mengubah perilaku
sekelompok peserta didik. Unsur-unsur itu berupa : (1) seperangkat instruksi
tertulis yang disiapkan dengan teliti, yang menggambarkan perilaku peserta
didik yang hendak dikuatkan oleh guru, (2) suatu sistem yang dirancang dengan
baik untuk menghadiahkan barang kepada peserta didik yang menampilkan perilaku
yang sesuai, dan (3) seperangkat prosedur yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik saling bertukar hadiah yang mereka peroleh sebagai penghargaan,
atau memberikan kesempatan terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial.
4.Mempergunakan
Kontrak Perilaku
Kontrak
adalah suatu kesepakatan antara guru dan peserta didik yang merinci apa yang
diharapkan dilakukan peserta didik dan ganjaran atau konsekuensi yang akan
diperoleh apabila melakukan hal-hal yang akan disepakati itu. Kontrak perlikau
adalah suatu persetujuan antara guru dan peserta didik yang berperilaku
menyimpang. Persetujuan itu menentukan perilaku yang disetujui oleh peserta
didik untuk ditampilkan dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya apabila
peserta didik menampilkan perilaku tersebut.
5.Mempergunakan
Jatah Kelompok
Penggunaan jatah kelompok adalah penggunaan prosedur dengan ciri
konsekuensi (penguatan atau hukuman)
tidak hanya bergantung kepada perilaku seorang peserta didik sendiri, melainkan
juga kepada perilaku kelompoknya. Penghargaan terhadap setiap anggota kelompok
bergantung kepada perilaku salah seorang atau lebih atau pada perilaku seluruh
anggota kelompok lainnya.
6.Penguatan
Alternatif yang Tidak Serasi
Penggunaan alternatif
yang tidak serasi yaitu penguatan yang bertentangan satu dengan yang lainnya.
Penguatan itu terjadi pada situasi guru menghargai perilaku yang tidak dapat
terjadi bersamaan dengan perilaku menyimpang yang hendak dihilangkan oleh guru.
7.Mempergunakan
Penyuluhan Perilaku
Penyuluhan perilaku
adalah suatu proses yang meliputi pertemuan pribadi antara guru dan peserta
didik. Penyuluhan perilaku ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik yang
berperilaku menyimpang mengetahui bahwa perilakunya tidak sesuai kemudian ia
berusaha merencanakan perubahan. Pertemuan seperti itu akan membantu peserta
didik memahami hubungan antara tindakannya dan konsekuensinya, dan
mempertimbangkan tindakan-tindakan alternatif yang mungkin dapat menghasilkan
konsekuensi yang diinginkan.
8.Mempergunakan
Pemantauan Sendiri
Pemantauan diri sendiri
diartikan sebagai pengelolaan diri sendiri yang memungkinkan peserta didik
mencatat aspek-aspek perilakunya agar ia dapat mengubahnya. Pemantauan diri
sendiri secara sistematis akan meningkatkan kesadaran peserta didik terhadap
perilaku yang diharapkan dihilangkan atau dikurangi. Pemantauan diri sendiri
meningkatkan kesadaran diri sendiri melalui pengamatan atas dirinya.
9.Mempergunakan Pemberian Isyarat
Pemberian
isyarat adalah suatu proses untuk merangsang berbuat atau tindakan mengingatkan
secara verbal atau non verbal yang digunakan oleh guru kepada peserta didiknya.
Hal ini dilakukan apabila peserta didiknya berperilaku menyimpang. Suatu
isyarat dapat digunakan untuk memberi penguatan atau mencegah perilaku
tertentu. Berlainan dengan penguatan, isyarat mendahului respons. Kembali pada
dilema paling pelik yang dihadapi oleh para penganjur pendekatan pengubahan
perilaku yaitu penggunaan hukuman untuk menghilangkan perilaku yang tidak
sesuai. Setiap penulis mempunyai pandangan yang berbeda. Ada tiga pandangan
pokok yang paling menonjol dalam hal ini yaitu : (1) penggunaan hukuman dengan
tepat sangat efektif untuk mengilangkan perilaku peserta didik yang menyimpang,
(2) penggunaan hukuman dengan bijaksana pada jenis-jenis situasi tertentu akan
dapat memberikan dampak positif pada perilaku peserta didik, tetapi karena
adanya resiko timbulnya pengaruh sampingan yang negatif, penggunaan hukuman
harus dipantau dengan seksama, dan (3) penggunaan hukuman harus dihindarkan
sama sekali, karena perilaku siswa yang menyimpang dapat ditangani secara
efektif dengan teknik-teknik lain yang tidak mempunyai pengaruh sampingan yang
negatif seperti hukuman.
Berkenaan dengan pandangan yang berbeda
tentang hukuman di atas, Sulzer dan Mayer (1972) memberikan kajian keuntungan
dan kerugian penggunaan hukuman. Keuntungan pemberian hukuman adalaah :
a. hukuman bersifat
memberikan informasi kepada peserta didik karena membantunya membedakan dengan cepat perilaku yang
dibenarkan dan perilaku yang tidak dibenarkan, dan
b. hukuman bersifat memerintah terhadap siswa
lain untuk mengurangi kemungkinan peserta didik lainnya meniru perilaku yang
dihukum tersebut.
Adapun kerugian penggunaan
hukuman adalah :
a.
hukuman dapat disalahtafsirkan,
b.
hukuman dapat menyebabkan peserta
didik yang dihukum menyisihkan diri sama sekali,
c.
hukuman dapat menyebabkan peserta
didik yang dihukum menjadi agresif,
d.
hukuman dapat menghasilkan reaksi
negatif di pihak teman-teman sekelasnya,
e.
hukuman dapat menyebabkan
peserta didik yang dihukum bersikap negatif terhadap dirinya sendiri atau
terhadap situasi.
2.7 Pendekatan
Iklim Sosio-Emosional
Pendekatan
iklim sosio-emosionall dalam manajemen kelas berakar pada psikologi penyuluhan
klinis, dan karena itu memberikan arti yang sangat penting pada hubungan antar-pribadi.
Pendekatan ini dibangun atas dasar asumsi bahwa manajemen kelas yang efektif
(dan pengajaran yang efektif) sangat bergantung kepada hubungan yang positif
antara guru dan peserta didik. Guru adalah penentu utama atas hu bungan antara
manajemen kelas yang efektif dan iklim kelas. Oleh karena itu, tugas pokok guru
dalam manajemen kelas adalah membangun hubungan antarpribadi yang positif
sehingga tercipta iklim sosio-emosional yang positif piula.
Banyak
gagasan yang bercirikan pendekatan sosio-emosional dapat ditelusuri pada karya
Rogers. Premis utamanya adalah kelancaran proses belajar yang penting sangat
bergantung kepada kualitas sikap yang terdapat dalaam hubungan pribadi antara
guru dan pesserta didik. Rogers mngidentifikasi beberapa sikap yang diyakini
hakiki, yaitu ketulusan, keserasian, sikap menerima, menghargai, menaruh
perhatian, mempercayai, dan pengertian empatik.
Sementara
itu,Ginott (1972) mementingkan pentingnya komunikasi yang efektif untuk
meningkatkan hubungan yang baik antara guru dan siswa, disamping keserasian,
sikap menerima, dan empati. Cara guru berkomunikasi ialah dengan berbicara
sesuai dengan situasi. Apabila dihadapkan kepada perilaku siswa yang tidak
dikehendaki, guru dinasehati agar menerangkan apa yang dilihatnya, menjelaskan
apa yang dirasakannya, dan menerangkan apa yang perlu dilakukan. Guru menerima
siswa tetapi tidak menerima atau menyetujui perilakunya. Ginott memberikan
rekomendasi mengenai cara yang seyogianya
dilakukan oleh guru untuk berkomunikasi secara efektif sebagai berikut :
a.
alamatkan pernyataan kepada
situasi siswa, jangan menilai dirinya karena hal itu dapat merendahkan diri
siswa!
b.
gambarkanlah situasi, ungkapkan
perasaan tentang situasi itu, dan jelaskan harapan mengenai situasi tersebut!
c.
nyatakan perasan yang sebenarnya
yang akan meningkatkan pengertian siswa!
d.
hindarkan cara memusuhi dengan cara mengundang
kerjasama dan memberikan kepada siswa kesempatan mengalami ketidaktergantungan!
e.
hindarkan sikap menentang atau
melawan dengan cara menghindarkan perintah dan tuntutan yang memancing reespons
defensif!
f.
akui, terima, dan hormati pendapat
serta perasaan siswa dengan cara yang meningkatkan perasaan harga diri!
g.
hindarkan pertanyaan dan komentar
yang memungkinkan memancing sikap menolak dan mengundang sikap menentang
h.
tolak godaan memberikan kepada
siswa pemecahan yang ditawarkan secara buru-buru, pergunakanlah waktu untuk
memberikan bimbingan yang diperlukan oleh siswa untuk memecahkan masalahnya.
Doronglah kemampuan untuk mengatur diri sendiri!
i.
hilangkan sarkasme, karena hal itu
akan mengurangi harga diri peserta didik!
j.
usahakan penjelasan yang singkat
dan hindarkan khotbah bertele-tele yang tidak akan membangkitkan motivasi!
k.
pantau dan waspadalah terhadap
dampak kata-kata yang disampaikan kepada siswa!
l.
Berikan pujian yang bersifat
menguatkan, karena hal itu produktif, tetapi hindarkan pujian yang bersifat
menilai karena hal itu destruktif!
m.
Dengarkanlah apa yang diungkapkan
peserta didik dan dorong mengungkapkan buah pikiran dan perasaanya!
Pandangan
lain yang dapat digolongkan sebagai pendekatan sosio-emosional adalah dari
Glasser (1969). Glasser menekankan pentingnya keterlibatan guru dengan
menggunakan strategi manajemen yang disebutnya terapi kenyataan. Dinyatakan
oleh Glasser bahwa satu-satunya kebutuhan
dasar manusia adalah kebutuhan akan identitas yaitu perasaan berhasil dan
dihargai atau keberadaan diri. Untuk mencapai keberadaan diri dalam konteks
sekolah, seseorang harus mengembangkan perasaan tanggung jawab sosial dan harga
diri. Tanggung jawab sosial dan harga diri adalah hasil yang diperoleh siswa
yang telah mengembangkan hbungan yang baik dengan sesamanya. Jadi, untuk
mengembangkan keberadaan diri yang penting adalah keterlibatan. Perilaku siswa
yang menyimpang adalah buah kegagalannya mengembangkan keberadaan dirinya.
Dalam kaitan ini, Glasser mengemukakan delapan langkah untuk membantu mengubah
perilaku menyimpang peserta didik berikut ini :
a.
secara pribadi melibatkan diri
dengan siswa, menerima siswa tetapi bukan kepada perilakunya yang menyimpang,
menunjukkan kesediaan membantu siswa memecahkan masalah.
b.
memberikan uraian tentang uraian
tentang perilaku siswa; menangani masalah tetapi tidak menilai atau menghakimi
siswa;
c.
membantu siswa membuat penilaian
atau pendapat tentang perilakunya yang menjadimasalah itu (Pusatkan perhatian
kepada apa yang dilakukan oleh siswa yang menimbulkan masalah dan yang
menyebabkan kegagalanya!);
d.
membantu siswa merencenakan
tindakan yang kebih baik; jika perlu berikan alternatif-alternatif yang ada
untuk mengembangkan perasaan tanggung jawab sendiri;
e.
membimbing siswa mengikatkan diri
dengan rencana yang telah dibuatnya;
f.
mendorong siswa sewaktu
melaksanakan rencananya dan memelihara
keterikatannya dengan rencana tersebut;
yakinkan siswa bahwa guru mengetahui kemajuan yang dibuatnya;
g.
tidak menerima pernyataan maaf
siswa apabila siswa gagalmeneruskan keterikatannya; bantulah ia memahami bahwa
ia sendirilah yang bertanggung jawab atas perilakunya; ingatkan siswa akan
perlunya rencana yang lebih baik; menerima pernyataan maaf berarti tidak
memusingkan masalah siswa; dan
h.
memberikan kesempatan kepada siswa
merasakan akibat wajar dari perilakunya yang menyimpang tetapi jangan
menghukumnya; bantulah siswa mencoba lagi menyusun rencana yang lebih baik dan
mengikatkan diri dengan rencana tersebut.
Sementara itu Dreikurs (1982) dalam kaitan dengan
pendekatan sosioemosional mengemukakan gagasan-gagasan penting yang mempunyai
implikasi bagi manajemen kelas yang efektif. Dua diantaranya ialah (1)
penekanan pada kelas yang demokatis dengan kondisi siswa dan guru berbagi
tanggung jawab, baik dalam proses maupun dalam langkah maju dan (2) pengakuan
akan pengaruh konsekuensi wajar dan logis dari perilaku siswa.
Pengembangan kelas yang demokratis
berawal dari asumsi bahwa perilaku dan pencapaian siswa dipermudah oleh suasana
kelas yang demokratis. Dalam susana kelas yang demokratis siswa diharapkan
diperlakukan sebagai orang yang bertanggung jawab, individu yang mempunyai
harga diri, yang mampu membuat keputusan dan memecahkan persoalan dengan
efektif. Kelas yang demokratis dapat membantu mengembangkan susana saling
mempercayai antar guru dan siswa dan antara sesama siswa. Guru yang berusaha
menciptakan suasana yang demokratis tidak boleh melepaskan tanggungjawabnya
sebagai pemimpin. Guru yang efektif bukanlah seorang otokratis, tetapi juga
bukan yang anarkhis. Guru yang demokratis membimbing peserta didik; guru yang
otokratis mendominasi; guru yang laissez-faire lepas tanggung jawab. Guru yang
demokratis bertanggung jawab dengan membagi tanggung jawab
2.8 Pendekatan Proses
Kelompok
Premis utama yang mendasari pendekatan
proses kelompok didasarkan pada asumsi-asumsi berikut: (1) kehidupan sekolah
berlangsung dalam lingkungan kelompok, yakni kelompok kelas, (2) tugas pokok
guru adalah menciptakan dan membina kelompok kelas yang efektif dan produktif,
(3) kelompok kelas adalah suatu sistem sosial yang mengandung ciri-ciri yang
terdapat pada semua sistem sosial, dan (4) pengelolaan kelas oleh guru adalah
menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang menunjang terciptanya susana
belajar yang menguntungkan.
Schmuck dan Schmuck dalam Weber (1986) mengemukakan
enam ciri pendekatan proses kelompok, yaitu harapan, kepemimpinan, daya tarik,
norma, komunikasi, dan keterpaduan dengan penjelasan seperti berikut ini.
a.
Harapan
adalah persepsi yang dimiliki oleh guru dan siswa mengenai hubungan mereka satu
sama lain. Persepsi tersebut adalah perkiraan individual tentang cara
berperilaku diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, harapan yang
bagaimana anggota kelompok akan berperilaku akan sangat mempengaruhi cara guru
dan siswa dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya.
b.
Kepemimpinan
paling tepat diartikan sebagai perilaku yang membantu kelompok bergerak menuju
pencapaian tujuannya serta memelihara dan atau meningkatkan kepaduan. Jadi,
perilaku kepemimpinan terdiri atas tindakan-tindakan anggota-anggota kelompok.,
termasuk didalamnya tindakan-tindakan yang membantu penetapan norma-norma
kelompok yang menggerakkan kelompok ke arah tujuan, yang memperbaiki mutu
interaksi antara anggota-anggota kelompok, dan yang menciptakan kepaduan
kelompok. Berdasarkan peranannya, guru mempunyai potensi terbesar dalam peranan
kepemimpinan.. akan tetapi, dalam kelompok kelas yang efektif fungsi
kepemimpinan dilaksanakan bersama-sama oleh guru dan para peserta didik. Suatu
kelompok kelas yang efektif adalah kelompok kelas yang kepemimpinannya
dibagi-bagi dengan baik, dan semua anggota kelompok dapat merasakan kewenangan
dan harga diri dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik dan dalam bekerja
bersama-sama.
c.
Daya
tarik menuju pada pola-pola persahabatan dalam kelompok kelas. Daya tarik dapat
digambarkan sebagai tingkat persahabatan yang terdapat diantara para anggota
kelompok kelas. Tingkat daya tarik bergantung kepada sejauh mana hubugan antar
pribadi yang positif telah berkembang. Pengelola kelas yang efektif terjadi
jika seseorang membantu mengembangkan hubungan antarpribadi yang positif antara
para anggota kelompok. Misalnya, guru berusaha meningkatkan sikap menerima
terhadap para siswa yang tidak disukai dan anggota-anggota baru.
d.
Norma
ialah pengharapan bersama mengenai cara berpikir, cara berperasaan, dan cara
berperilaku para anggota kelompok. Norma sangat mempengaruhi hubungan
antarpribadi karena norma tersebut memberikan pedoman yang membantu para
anggota memahami apa yang diharapkan dari mereka dan apa yang dapat mereka
harapkan dari orang lain. Norma kelompok yang produktif adalah hakiki bagi
keefektifan kelompok. Oleh karena itu, salah satu tugas guru ialah membantu
kelompok menciptakan, menerima dan
memelihara norma kelompok yang produktif.
e.
Komunikasi,
baik verbal maupun non-verbal, adalah dialog antara anggota-anggota kelompok.
Komunikasi mencakupi kemampuan khas manusia untuk saling memahami dan
menyatakan buah pikiran sera perasaan masing-masing. Komunikasi yang efektif
berarti menerima pesan dan menafsirkan dengan tepat pesan yang disampaikan oleh
pengirim pesan. Oleh karena itu, tugas rangkap guru adalah membuka saluran
komunikasi sehingga semua siswa menyatakan buah pikiran dan perasaannya dengan
bebas, yaitu menerima buah pikiran perasaan siswa.
f.
Keterpaduan
menyangkut perasaan kolektif yang dimiliki oleh para anggota kelas mengenai
kelompok kelasnya. Keterpaduan menekankan hubungan individu dengan kelompok
sebagai suatu keseluruhan. Kelompok menjadi padu karena alasan : (1) para
anggota saling menyukai satu sama lainnya, (2) minat yang besar terhadap
pekerjaan, dan (3) kelompok memberikan harga diri kepada para anggotanya.
2.9 Pendekatan Analitik Pluralistik
Delapan
pendekatan yang diuraikan dimuka menggambarkan delapan macam pendekatan
manajemen kelas yang berlainanan. Setiap pendekatan ada pengajurnya dan
pemakainya. Tidak ada anjuran dan saran untuk menganut dan menggantungkan diri
pada suatu pendekatan amnajemen kelas. Saran dan anjuran yang perlu
dipertimbangkan adalah menggunakan pendekatan analitik pluralistik.
Pendekatan
analitik pluralistik memberikan kesempatan pada guru memilih strategi
pendekatan manajemen kelas atau gabungan beberapa strategi dari berbagai
pendekatan amnajemen yang dianggap mempunyai potensi terbesar berhasil
menanggulangi masaalh manajemen kelas dalam situasi yang dianalisis. Guru yang
bijaksana menghargai pendekatan dan strategi manajemen kelas yang mempunyai
konsep baik. Dengan demikian, pendekatan analitik pluralistik memperluas
jangkauan pendekatan. Pendekatan analitik pluralistik berupa pemilihan diantara
berbagai strategi manajemen kelassuatu atau beberapa strategi yang mempunyai
kemungkinan menciptakan dan menampung kondisi-kondisi yang memberikan kemudahan
kepada pembelajar ang efektif dan efisien.
Pendekatan analitik pluralistik tidak mengikat
guru pada serangkaian strategi manajerial tetentu saja. Guru bebas
mempertimbangkan semua strategi yang mungkin efektif. Terdapat empat tahap
pendekatan analitik pluralistic yang perlu dicermati dalam penggunaanya.
a. Menentukan
Kondisi Kelas yang Diinginkan
Langkah pertama dalam
proses mengelola kelas yang efektif ialah menentukan kondisi kelas yang ideal.
Guru perlu mengetahui dengan jelas dan mendalam tentang kondisi-kondisi yang
menurut penilainnya akan memungkinkan belajar secara efektif. Di samping itu,
guru hendaknya menyadari perlunya terus-menerus menilai manfaat pemahamannya
dan mengubahnya apabila keadaan menuntutnya.
b. Menganalisis
Kondisi Kelas yang Nyata
Setelah menentukan
kondisi kelas yang diinginkan, guru selanjutnya menganalisis keadaan yang ada.
Dengan demikian, analisis ini akan memungkinkan guru akan mengetahui: (1)
kesenjangan antara kondisi sekarang dan yang diharapkan, kemudian menentukan
kondisi yang perlu mendapat perhatian yang segera dan mana yang dapat
diselesaikan kemudian, dan kondisi mana yang memerlukan pemantauan; (2) masalah
yang mungkin terjadi yakni kesenjangan yang mungkin timbul jika guru gagal
tindakan pencegahan; dan (3) kondisi sekarang yang perlu dipelihara dan
dipertahankan karena dianggap sudah baik. Asumsi kedua dari analitik
pluralistik ini adalah bahwa guru yang efektif adalah guru yang terampil
menganalisis interaksi kelas dan peka terhadap apa yang sedang terjadi di
kelasnya.
c. Memilih
dan Menggunakan Strategi Pengelolaan
Guru yang efektif
adalah guru yang menguasai berbagai strategi manajerial yang tekandung di dalam
berbagai pendekatan manajemen kelas, dan mampu memilih serta menggunakan
strategi yang paling sesuai dengan
situasi tertentu yang telah dianalisis sebelumnya. Proses pemilihan ini dapat
dianggap sebagai suatu kerja computer, guru memeriksa strategi-strategi yang
tersimpan dalam sel-sel penyimpanan yang ada dalam computer dan memilih
strategi yang memberiakn harapan untuk meningkatkan kondisi yang dianggap
sesuai.
d. Menilai
Keefektifan Pengelolaan
Dalam tahap ini guru
menilai keefektifan dalam pengelolaannya. Artinya dari waktu ke waktu guru
harus menilai sejauh mana keberhasilan guru dan peserta didik menciptakan dan
memelihara kondisi yang sesuai. Proses penilaian ini memusatkan perhatian pada
dua perangkat perilaku. Perilaku pertama adalah perialku guru, dalam arti
sejauh mana guru telah menggunakan perilaku manajemen yang direncanakan akan
dilakukan. Perilaku kedua adalah perialku peserta didik, yaitu sejauh mana
peserta didik berperilaku yang sesuai, yakni apakah mereka telah melakukan
apa-apa yang diharapkan untuk dilakuakan.
2.10 Pendekatan Eklektik
Menyimak secara seksama kedelapan
pendekatan yang telah diuraikan di muka adalah barat melihat benda yang sama
dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, seorang guru harus
mengetahui kekuatan dan kelemahan tiap-tiap pendekatan ketika akan menerapkan
satu pendekatan. Dalam kenyataannya, guru jarang sekali menerapkansatu
pendekatan secara utuh, melainkan mengombinasiakn tiap-tiap pendekatan dengan
mengambil hal-hal yang positif dari satu pendekatan seraya mengeliminasi
kelemahan tiap-tiap pendekatan. Weber (1986) menyatakan bahwa pendekatan dengan
cara menggabungkan semua aspek terbaik dari beberapa pendekatan manajemen kelas
untuk menciptakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang bermakna, yang secara
filosofis, teoritis dan/atau psikologis dinilai benar, yang bagi guru
meerupakan sumber pemilihan perilaku pengelolaan tertentu dengan situasi
disebut pendekatan ekletik yang cara kerjanya tidak jauh berbeda dengan cara
pendekatan analitik pluralistik. Dua syarat yang perlu dikuasai guru dalam menerapkan pendekatan ekletik adalah
(1) menguasai pendekatan-pendekatan manajemen kelas yang potensial, seperti
pendekatan Perubahan Perilaku, Penciptaan Iklim Sosio-emosional, Proses
Kelompok, dan (2) dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur
yang sesuai baik dalam masalah manajemen kelas (Entang dan Raka Joni, 1983:43).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam pendekatan-pendekatan pembelajaran
manajemen kelas terdapat sepuluh prinsip:
1. Pendekatan
Otoriter
2. Pendekatan
Intimidasi
3. Pendekatan
Permisif
4. Pendekatan
Buku Masak
5. Pendekatan
Intruksional
6. Pendekatan
Pengubahan Perilaku
7. Pendekatan
Iklim Sosio-emosional
8. Pendekatan
Proses Kelompok
9. Pendekatan
Analitik Pluralistik
10. Pendekatan
Ekletik
Simpulanya
adalah bahwa guru kemampuan guru memilih strategi manajemen kelas yang tepat sangat
bergantung kepada kemamapuannya masalah manajemen kelas yang dihadapi.
Pendekatan Perubahan Tingkah Laku dipilih, misalnya bila tujuan tindakan
manajemen kelas yang akan dilakukan adalah menguatkan tingkah laku peserta
didik yang baik dan/atau menghilangkan perilaku peserta didik yang kurang baik;
Pendekatan Penciptaan Iklim Sosial-emosional dipergunakan apabila sasaran
tindakan manajemen kelas adalah peningkatan hubungan antar pribadi guru dan
peserta didik; sementara itu pendekatan Proses Kelompok dianut bila seorang
guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.
3.2
Saran
Penulis menyadari,
pembahasan pada makalah ini kiranya perlu mendapat respon yang positif baik itu
berupa saran dan kritik yang mengarah kepada penyempurnaan, guna pengembangan
dan peningkatan disiplin ilmu yang sekarang Penulis pelajari.
DAFTAR
PUSTAKA
Rachamn
Maman.2000.Manajemen Kelas.Semarang:UPT
UNNES PRESS
0 komentar:
Posting Komentar